Upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid 19, memang bukan hal yang mudah. Selain aparat pemerintah yang harus terus bekerja untuk menemukan dan menjalankan berbagai strategi yang tepat untuk mengalahkan Covid 19, pandemi virus tersebut juga hanya bisa dikalahkan jika ada kesadaran masyarakat untuk mau menjalankan apa yang sudah ditetapkan dan diminta pemerintah.
Tentu menjadi semakin tidak mudah karena keberagaman masyarakat di Indonesia, baik dilihat dari faktor agama, sosial, budaya, tingkat pendidikan maupun yang lainnya.
Perlu ada titik tengah melakukan tindakan pendekatan ke masyarakat, mulai dari sosialisasi, persuasif maupun tindakan tegas agar masyarakat mau dan menjalankan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah untuk mencegah penyebarluasan Covid 19 di Indonesia.
Maraknya kasus pengambilan jenazah pasien PDP atau positif Covid 19 di Indonesia, menunjukkan betapa tidak mudahnya untuk meminta kesadaran masyarakat bahwa ada bahaya yang samgat mengancam mereka, jika melakukan hal tersebut.
Kurangnya sosialisasi, termasuk belum maksimalnya kehadiran tokoh-tokoh di dalam masyarakat sebagai influencer yang bisa mempengaruhi sikap masyarakat menjadi salah satu faktor tindakan nekad sebagian masyarakat tersebut.
Kurangnya petugas keamanan di rumah sakit, termasuk mereka yang bisa menjelaskan kepada masyarakat dengan lebih lengkap dan jelas, juga memuluskan pengambilan jenazah secara paksa tersebut.
Tindakan tersebut bisa terus berulang, kalau saja hal seperti itu tidak dicegah dan diberikan tindakan tegas kepada mereka yang melanggar hukum, terutama mereka yang memprovokasi aksi-aksi tersebut.
Sama dengan kasus pengambilan paksa jenazah pasien PSD atau positif Covid 19, aksi beberapa kelompok masyarakat yang menolak pemanggilan untuk melakukan rapid test atau SWAB pada mereka, juga patut disayangkan. Apalagi, ada ancaman dan pengusiran petugas Gugus Tugas Penangan Covid 19 yang akan melakukan test tersebut, seperti yang terjadi pada pedagang Pasar Cilengsi, Kabupaten Bogor.
Agar kejadian serupa tidak terulang, rasanya komunikasi dan koordinasi menjadi pintu penyelesaiannya. Warga masyarakat perlu mendapat sosialisasi yang lengkap dan jelas, tentang langkah yang akan diambil, apalagi hal itu melibatkan partisipasi mereka.
Tokoh-tokoh masyarakat, baik ulama, akademisi atau tokoh-tokoh berepengaruh di masyarakat lainnya. Terakhir, tentu perlu kontrol kuat dengan melibatkan polisi untuk mengantisipasi kejadian serupa tidak terulang.
Tindakan tegas bagi provokator yang menyebabkan peristiwa itu terjadi, seperti penangkapan terhadap sejumlah orang yang menyuruh pengambilan jenazah tetap perlu dilakukan.
Perang melawan Covid 19, memang perang yang panjang. Setelah tiga bulan, sebagian masyarakat sudah capek dan ingin hidup normal. Namun ancaman bahaya Covid 19 masih mengintai kita. Perlu kesadaran bersama, pemerintah dan masyarakat untuk terus berjuang memutus mata rantai penyebarluasan Covid 19 di tanah air.
Sekali lagi tentu saja, kuncinya adalah komunikasi dan koordinasu yang baik semua stake holder yang terlibat maupun yang harus berpartisipasi. Polri tentu akan mengambil peran strategis untuk bisa mengawasi dan mengontrol semua aturan main bisa dijalankan, seperti yang sudah adan akan terus dijalankannya.
Tetapi tanpa komunikasi dan koordinasi serta keterlibatan pihak lain, semuanya pasti akan sia-sia. Ayo kita bergandeng tangan, untuk melawan Covid 19 di Indonesia.
( ta/hy/mr)