Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO) Polri mengungkap kembali beberapa kasus TPPO jaringan internasional.
Kasus pertama, pengungkapan jaringan TPPO dengan modus mengirimkan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Arab Saudi.
"Di kasus ini, ada dua laporan dengan lima orang tersangka. Pengungkapan berawal dengan adanya informasi dari Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, tentang penanganan kasus WNI yang terindikasi TPPO untuk diperkerjakan sebagai pembantu rumah tangga," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo Puro di Jakarta, Selasa (27/6/23).
Dari pengusutan informasi itu, penyidik kemudian meringkus tersangka NW di Purwodadi, RNH di Pati, dan K di Kudus. Brigjen Pol. Djuhandani menyatakan, tersangka NW berperan sebagai perekrut korban, RNH selaku penampung korban, dan K selaku yang memproses dan membiayai keberangkatan korban ke Arab Saudi.
Lalu, kasus TPPO selanjutnya yang masih dengan tujuan negara Arab Saudi, terbongkar setelah video korban yang dieksploitasi oleh majikannya tersebar di media sosial. Oleh polisi, korban kemudian diselamatkan dan telah kembali ke Indonesia.
Dari temuan itu, polisi kemudian bergerak menyelidiki. Sebanyak tiga orang ditangkap. Mereka adalah RI selaku perekrut korban, YN dan MI sebagai penampung korban, dan F yang berkoordinasi dengan agen di Arab Saudi.
"Untuk tersangka YN ini buron dan sudah kami masukkan ke dalam DPO (daftar pencarian orang)," terang Brigjen Pol. Djuhandani.
Baca Juga: Polri Catat Ada Penurunan Angka Kejahatan periode 25-26 Juni 2023
Selanjutnya, untuk kasus TPPO berkedok program magang ke luar negeri, diungkap setelah ada laporan dari korban ZA dan FY ke pihak KBRI Tokyo, Jepang.
"Bahwa korban bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dikirimkan oleh politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang, namun korban diperkerjakan sebagai buruh," jelas Brigjen Pol. Djuhandani.
Korban yang berkuliah di salah satu kampus politeknik itu, ditawari oleh direktur G untuk mengikuti program magang di Jepang selama satu tahun.
"Jadi, korban diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Setelah habis masa berlaku, diperpanjang menjadi visa kerja. Korban sempat menghubungi pihak politeknik tapi malah diancam jika korban memutus kerja sama maka akan di drop out," jelas Brigjen Pol. Djuhandani.
Pengungkapan kasus TPPO terakhir yakni berawal dari laporan di Polda Sulawesi Tengah adanya dugaan penculikan anak atas inisial A. Namun, di tengah penyelidikan, A rupanya diserahkan oleh sang ibu, SS, ke perempuan berinisial F, dan dibawa ke Jakarta.
Polda Sulteng lantas berkoordinasi dengan Polres Metro Kota Bekasi, dan menggeledah tempat yang diduga jadi penampungan A. Di sana, penyidik menemukan ada dua bayi yang diduga akan dijual.
"Dari serangkaian proses, kami berhasil menangkap tiga tersangka yakni SA, E, dan DM. Pelaku menyebut bahwa harga bayi laki-laki senilai Rp13-15 juta. Sementara untuk bayi perempuan, di kisaran Rp15-23 juta. Untuk keuntungan yang diperoleh para tersangka yakni Rp500 ribu sampai Rp2 juta," jelas Brigjen Pol. Djuhandani.
(ndt/hn/um)