Tribratanews.polri.go.id - Bogor. Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus adopsi anak secara ilegal untuk tujuan eksploitasi oleh tersangka S atau yang dikenal dengan “Ayah Sejuta Anak” masih dalam proses penyidikan Polres Kabupaten Bogor. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akan mengawal kasus ini dan mendorong Polisi dapat mengungkap apabila ada indikasi sindikat perdagangan anak. KemenPPPA juga memastikan ibu hamil dengan bayi yang menjadi korban mendapatkan perlindungan terbaik.
Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengemukakan sejak mendapat laporan kasus ini dari masyarakat, KemenPPPA langsung melakukan koordinasi untuk mendapatkan informasi dan tindak lanjut penanganan. Kemudian, Tim KemenPPPA pada pertengahan Agustus 2022, bergerak turun ke lapangan guna memastikan bahwa penanganan korban berjalan sebagaimana mestinya.
“Tim Layanan SAPA KemenPPPA beserta psikolog, Peksos dan Konselor mengunjungi Yayasan Sakura Indonesia (YSI) yang telah mendampingi proses evakuasi dan menampung sementara korban sebanyak enam ibu hamil, termasuk satu bayi; juga memberikan bantuan spesifik kepada korban,” kata Nahar.
Nahar mengatakan, kasus TPPO ini menjadi perhatian khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga yang meminta agar kasusnya terus didalami sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat diproses secara hukum dan para korban-ibu hamil dan bayi-dapat diselamatkan dan dilindungi.
Lebih lanjut, Nahar mengatakan sebagai upaya penyediaan layanan bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) pada lintas provinsi dan lintas negara sesuai dengan Perpres N0. 65 Tahun 2020, maka KemenPPPA telah melakukan rapat koordinasi case conference pada 24 Agustus 2022 secara daring untuk membahas perkembangan proses hukum dan penanganan bagi korban. Pada rapat case conference bersama perwakilan dari KemenPPPA, turut hadir Direktur Rehsos Anak Kemensos, Dinas Sosial dan UPTD PPA Pemprov Jabar, Dinas Sosial dan UPTD Pemkab Bogor, Unit PPA Polres Kabupaten Bogor, lembaga IOM dan YSI.
“Untuk mendapatkan layanan dan perlindungan optimal bagi korban, Rapat memutuskan pada hari itu, 24 Agutus 2022, para korban harus dievakuasi dari rumah aman YSI ke Sentra rehabilitasi sosial Kemensos di Jakarta dan meminta bantuan Polres Kabupaten Bogor mengawal evakuasi sampai tiba selamat di Jakarta,” kata Nahar.
Saat ini, para korban yang mendapat perlindungan sebanyak lima ibu hamil dan lima bayi. Nahar mengatakan KemenPPPA juga aktif mendorong kepolisian untuk melengkapi berkas perkara kasus TPPO agar dapat segera dilimpah ke kejaksaan.
Nahar mengatakan kasus TPPO tersebut dilaporkan oleh pengurus YSI ke Polres Kabupaten Bogor pada 7 Agustus 2022, dan terlapor S sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polres Kabupaten Bogor.
“KemenPPPA akan terus mengawal serta mendorong untuk mengusut tuntas kasus ini termasuk menemukan apabila ada korban-korban lainnya dan indikasi yang mengarah ke sindikat TPPO. Dari informasi media sosial tersangka bahwa sudah ada puluhan ibu hamil yang pernah ditampung oleh Yayasannya. Informasi ini perlu didalami oleh polisi,” kata Nahar.
Untuk itu Nahar menambahkan, ada beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh terduga pelaku, diantaranya (1) praktek adopsi ilegal dengan indikasi tidak sesuai peraturan dan pemalsuan dokumen; (2) melakukan perdagangan anak dan TPPO dengan modus adopsi anak; (3) kekerasan terhadap korban melalui intimidasi dan pemaksaan menyerahkan bayi paska kelahiran; (4) eksploitasi perempuan dan anak melalui medsos untuk dijadikan konten yang dapat mengumpulkan donasi; dan (5) pelanggaran lain terkait ijin yayasan dan Lembaga Kesejahteraan Sosial.
Terkait dengan hal ini perbuatan pelaku dapat dikenakan pasal berlapis antara lain: Pasal 39 jo Pasal 79 UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (pengangkatan anak tidak sesuai aturan), Pasal 76F jo Pasal 83 (penjualan dan perdagangan anak) jo Pasal 2 dan Pasal 5 UU 21 tahun 2024 tentang PTPPO (perdagangan orang dan adopsi untuk tujuan eksploitasi), dan pasal 76I jo pasal 88 UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (eksploitasi ekonomi terhadap anak); serta Pasal 5 jo Pasal 70 UU 16 tahun 2001 tentang Yayasan (pemanfaatan dana Yayasan) dan UU 11 Tahun 1999 tentang Kesejahteraan Sosial (terkait pendaftaran ijin LKS dan sanksinya).
“Kasus ini terungkap karena peran aktif masyarakat, mulai dari Puskemas Ciseeng, tokoh agama setempat, Kecamatan Ciseeng, Dinas Sosial, DP3AP2KB Kabupaten Bogor dan Polres Kabupaten Bogor yang bergerak cepat dan YSI yang langsung mengevakuasi ibu dan bayi ke rumah aman. KemenPPPA mengapresiasi semua pihak yang berperan aktif membongkar kasus ini,” kata Nahar.
Ia mengingatkan agar masyarakat baik perorangan maupun Lembaga yang punya kepedulian untuk membentuk Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) pastikan terdaftar dan sesuai dengan UU 11 Tahun 2019 tentang Kesejahteraan Sosial. Masyarakat juga dapat berperan dalam melakukan pengawasan dan melaporkan kasus-kasus kekerasan dan TPPO yang terjadi di lingkungannya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. KemenPPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan dan dugaan TPPO untuk segera melaporkannya kepada SAPA129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.