Polisi Humanis di NTT Hadir Sebagai Penolong, Dirikan Rumah Bagi Warga Tidak Mampu

10 March 2023 - 07:20 WIB
Divisi Humas Polri

Tribratanews.polri.go.id - Jalan hidup telah mengantarnya untuk mengabdi di negeri yang dijuluki pulau sejuta lontar. Pulau yang kokoh berdiri di tengah samudera Hindia dan hanya berteman dengan ganasnya ombak di musim barat. Sebagai anggota polisi, dia sadar bahwa di mana pun negara menugaskan, dia akan siap dengan segenap jiwa dan raga menjadi pengayom masyarakat.

Namanya Laasar Marlen Bullu. Saat ini pangkatnya Aipda. Polisi yang biasa dipanggil Asar ini kini bertugas sebagai Ps. Kanit Propam Polsek Sabu Timur, Polres Sabu Raijua. Tahun 2010 dia memulai tugasdi Pulau Sabu, wilayah yang baru saja mekar dari Kabupaten Kupang. Saat itu, belum ada Polres Sabu Raijua dikarenakan kabupaten Sabu Raijua saat itu masih menjadi wilayah hukum Polres Kupang.

Bertugas di Sabu Raijua tak mematahkan semangat Asar Bullu untuk bekerja dengan sepenuh hati sebagai anggota polisi. Di Pulau Sabu pula dia menemukan pendamping hidupnya. Dia merasa bukan lagi sebagai orang asing di pulau itu. Dia sudah menjadi menantu dari orang Sabu yang konon katanya berasal dari Hindia belakang.

Baca juga : Buah Loyalitas dan Dedikasi, Bripka Ibrahim Lolos Sekolah Inspektur Polisi

“Saya mulai bertugas di Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2010. Di Sabu saya menemukan istri saya dan saya sangat mencintai pulau Sabu. Tahun 2010 itu masih belum ramai seperti sekarang. Saya masih dibawah Polres Kupang,” tutur Asar Bullu tentang kisahnya di Sabu Raijua pada media ini.

Laasar Bullu menyadari bahwa di Sabu Raijua masih banyak orang yang hidup di rumah yang tak layak huni. Salah satu yang selalu mengganggu tidurnya adalah kondisi gubuk milik tetangganya Marthen Nguru. Tetangga yang hidup tanpa istri dan anak itu tinggal di sebuah gubuk kecil yang sudah miring dan atapnya sudah berlubang.

“Hati saya tidak tenang melihat kondisi rumah Pak Marthen Nguru. Bapak Matobo biasa kami panggil. Saya lalu bicara dengan istri bagaimana kalau dari kelebihan berkat yang kita punya, kita bangun rumah kasih bapak Matobo. Istri bilang kalau bapak mau, saya siap dukung dari belakang,” ungkap Asar Bullu.

Bersama tetangga dan warga sekitar, Laasar Bullu kemudian membangun rumah tembok untuk Marthen Nguru. Semua bahan bangunan dia tanggung. Dia minta bantuan dari mertua untuk kebutuhan kayu. Tetangga dan saudara yang punya keahlian sebagai tukang datang membantu secara suka rela. Maka jadilah rumah tembok milik Marthen Nguru.

“Saya minta bantuan bapa mantu untuk kebutuhan kayu. Baik itu untuk kayu atap maupun untuk kusen. Kami kerja gotong royong. Ada saudara yang juga bisa tukang bangun sehingga kami kerja sama-sama. Intinya sekarang bapa Matobo sudah tinggal di rumah yang layak sehingga kalau hujan maupun angin, kami tidak pikiran lagi,” ungkapnya.

Laasar Bullu menyadari bahwa, dia bukan orang yang punya penghasilan besar dan bisa membantu banyak orang. Dia sadar bahwa, saudara terdekat adalah tetangga. Dan dia tidak nyaman jika tetangganya tidur di gubuk yang tak layak huni. Walaupun baru bisa menolong satu tetangga, paling tidak Laasar Bullu telah memberi contoh dalam berbagi dan telah menyalakan lilin kepedulian bagi sesama.

Lantas apa kata Marthen Nguru setelah rumahnya dibangun oleh Laasar Bullu. Pria yang sudah renta itu merasa terharu karena dia tak lagi memiliki harapan untuk tidur dan beristirahat di rumah tembok seperti sekarang. Dia yakin bahwa Tuhan telah mengirim orang baik dalam rupa seorang anggota polisi untuk membantunya.

“Saya tidak menyangka nanti punya rumah tembok. Saya tidak punya istri atau anak. Rumah yang saya tinggal sudah miring. Saya paling takut dengan polisi, tapi ternyata polisi yang datang tolong untuk bantu saya bangun rumah. Ini orang baik yang Tuhan kirim,” ujar Marthen Nguru dalam bahasa Sabu.

(ta/af/pr/um)

Share this post

Sign in to leave a comment