Tribratanews.polri.go.id - Kendari. Budi daya kepiting bakau di pesisir pantai di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), hingga kini masih dilakukan secara alami.
"Sudah ada beberapa nelayan sekaligus pemilik tambak yang mulai melakukan penangkaran secara kecil-kecilan dan produksinya pun masih sangat terbatas, sementara permintaan pasar cukup besar," ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bombana, Syarif, S.H., dilansir dari Antaranews, Minggu (25/02/24).
Syarif, mengatakan, kepiting bakau yang masa tangkapnya pada bulan tertentu itu, masih cukup banyak berkembang secara alami di wilayah pesisir khususnya di Kecamatan Lantari Jaya, Rarowatu Utara dan sebagian di Poleang dan Poleang Barat dan Poleang Selatan.
Baca Juga: Jelang Ramadan, Presiden Jokowi Minta Kementerian/Lembaga Jaga Persediaan dan Harga Pangan
Kepiting bakau dan konservasi Mangrove di wilayah Bombana seharusnya menjadi perhatian, namun karena terbatasnya sumber daya manusia dan anggaran yang ada sehingga pola penangkapan kepiting itu dilakukan secara tradisional oleh kelompok nelayan dan petambak di daerah.
"Sejak tahun 80-an hingga 2000 kepiting bakau hasil tangkapan nelayan di Bombana sebagai pemasok utama untuk konsumsi masyarakat Kota Kendari, bahkan diantar pulaukan ke luar daerah seperti ke Makassar dan Surabaya," jelasnya.
Tidak heran bila beberapa tahun terakhir ini produksi kepiting bakau dari Bombana menurun drastis, karena habitat untuk berkembang biak secara alami sudah menjadi areal tambak petani dengan budi daya ikan bandeng dan udang vaname.
Harga kepiting bakau di Bombana bahkan di Kota Kendari saat ini bervariasi mulai dari Rp. 45.000 per kilogram (ukuran kecil) hingga ada yang mencapai Rp.75.000 - Rp.100.000 per kilogram dengan pasar utama penjualan dari pemilik rumah makan dan restoran berkelas di kota ini.
(fa/pr/nm)