Tribratanews.polri.go.id - Magelang. Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo menyebut bahwa pondok pesantren (ponpes) sudah sepatutnya hanya dipakai untuk tempat belajar, bukan untuk kampanye politik praktis.
"Saya kira sangat bijaksana pondok hanya digunakan untuk tempat belajar. Ada ruang-ruang lain yang bisa digunakan untuk kegiatan politik," ujar Stafsus Menag di Magelang, Selasa (10/10/23).
Pernyataan Stafsus Menag tersebut menanggapi rencana penerbitan aturan yang membatasi kampanye politik elektoral di lingkungan pendidikan keagamaan, seperti pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Amar Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 2023 tersebut, di antaranya memperbolehkan kegiatan kampanye di lembaga pendidikan dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Ia mengatakan ponpes sama hal seperti tempat ibadah, yang hanya boleh digunakan untuk proses belajar mengajar maupun ritual keagamaan. Sementara kampanye politik elektoral tidak ada hubungannya dengan keagamaan.
Baca Juga: Polda Jatim Ajak Jurnalis Wujudkan Pemilu 2024 yang Damai
"Tempat ibadah, yah, digunakan ibadah, pondok juga dijadikan tempat menimba ilmu dan para santri tidak terganggu. Pandangan soal itu saya kira sudah clear," tegasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk menghadirkan sesuatu yang sejuk pada tahun politik ini, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
"Mari kita di tahun politik ini bisa menghadirkan sesuatu yang sejuk. Yang tidak boleh tempat ibadah yang dijadikan ajang konsolidasi politik," ujar Stafsus Menag.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebelumnya mengatakan Kemenag akan mengatur regulasi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Secara konsep ia memperbolehkan kampanye yang bersifat pendidikan politik.
Pendidikan politik, ujarnya, sangat penting bagi para santri maupun mahasantri untuk mengenal lebih dekat perihal proses demokrasi di Indonesia.
"Kalau tujuannya untuk melakukan pendidikan politik, membuka cakrawala santri atau siapa pun yang ada di Kementerian Agama RI menjadi lebih baik atas politik, kita akan persilakan," ujar Menag Yaqut.
"Nah itu yang nanti di lembaga pendidikan, ya, yang sifatnya elektoral kami akan membatasi," tambah Menag Yaqut.
(ndt/hn/nm)