Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Ketua Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Natsir Kongah mengatakan pihaknya menjadikan upaya menangani kejahatan eksploitasi seksual anak sebagai salah satu prioritas utama.
"Hal ini tercermin dari terbangunnya kerja sama erat antara PPATK dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam bentuk penandatanganan nota kesepahaman serta perjanjian kerja sama di antara kedua lembaga untuk memerangi kejahatan seksual anak," ungkap Ketua Natsir, Rabu (7/8/24).
Ketua Natsir mengatakan, berdasarkan data 2024, tercatat sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.
Di sisi lain, dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24.000 anak di rentang usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130.000 kali dan nilai perputaran uang mencapai Rp127 miliar.
Baca Juga: [HOAKS] Ahok Bagi-Bagi Uang Rp10 Juta dengan Share Video Tiktoknya
Menurut Ketua Natsir, upaya PPATK untuk memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak tidak hanya di dalam lingkup domestik, namun juga regional yang meliputi wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, hingga Pasifik.
Data Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak, kata dia, mencapai 44 LTKM selama periode 2014-2024. Temuan aktivitas perdagangan orang di Indonesia pada 2022, termasuk eksploitasi seksual anak, mencatat perputaran uang sebesar Rp114 miliar.
Dalam konteks regional, PPATK bersama dengan seluruh pemangku kepentingan yang relevan telah melaksanakan Focus-Group Discussion guna memformulasikan draf Concept Note dan Kuesioner yang akan bermuara pada keluaran berupa dokumen indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
Proses tersebut melibatkan partisipasi aktif dari penyedia jasa keuangan yang terdiri atas perbankan, penyelenggara transfer dana (money remittance), penyelenggara dompet elektronik (e-wallet), dan pedagang fisik aset kripto (exchanger), termasuk juga lembaga intelijen keuangan, penegak hukum dan pakar di bidang anti-eksploitasi seksual anak.
"Draf pertama dokumen ditargetkan rampung pada November 2024," ujar Ketua Natsir. Data Interpol pada Juni 2024 menyebut kaitan 69 negara yang terlibat dalam jejaring eksploitasi seksual anak.
Oleh karena itu, kata Ketua Natsir, forum seperti Konferensi ASEAN itu menjadi suatu langkah krusial untuk memperkuat komitmen dan kerja nyata seluruh pihak yang terlibat.
(ndt/hn/nm)