Tribratabews.polri.go.id - Palu. Polda Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) mengamankan sebanyak 1.417 botol madu olahan rumah tangga yang dipasarkan di wilayah Kota Palu dan sekitarnya. Bahkan dipasarkan ke Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara (Sulut). Ribuan botol madu palsu tersebut diamankan dari berbagai tempat saat dilakukan penggerebekan oleh Subdit I Indag Ditreskrimsus Polda Sulteng.
Kabidhumas Polda Sulteng, Kombes Pol. Didik Supranoto didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol. Afrizal menjelaskan, sebanyak 753 botol madu hasil industri rumah tangga milik (MR) saat digrebek Polisi, di sebuah rumah kost di Jalan Anoa II Kelurahan Tatura Selatan Kecamatan Palu Selatan Kota Palu, pada Rabu (30/12/2020). Pelaku saat digrebek Polisi dari Subdit I Indag Ditreskrimsus Polda Sulteng tidak dapat berkutik dan diketahui sementara mengolah madu dan melakukan pengemasan dalam botol.
“Dalam usahanya, MR (62 th) yang tinggal di Jalan Anoa II Palu tersebut memperdagangkan madunya di toko obat, apotik dan swalayan di Kota Palu dengan mengatakan bahwa madunya mempunyai legalitas dan diproduksi di Makasar, serta melabeli madu produksinya dengan menyebut “Madu tawon lebah alam, Madu alam lebah hutan dan Madu lengkeng lebah madu,” terang Kabidhumas.
Kabidhumas juga menyebutkan bahwa, dari toko obat, apotik dan swalayan di Kota Palu turut diamankan madu hasil produksi MR sebanyak 664 botol. Berdasarkan hasil uji laboratorium Balai Penelitian Obat dan Makanan (POM) Kota Palu, madu hasil produksi MR ini didapat parameter PK HMF hasilnya 889.71 mg/kg, yang seharusnya syarat maksimal 50 mg/kg, sehingga disimpulkan tidak memenuhi syarat.
“MR melakukan produksi madu olahannya di Kota Palu sudah kurang lebih 2 tahun, selain di Kota Palu, pemasaran yang dilakukan sampai di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara,” ungkapnya.
Selain itu, Kabidhumas juga mengatakan, tersangka MR setidaknya telah melakukan tiga perbuatan pidana, yakni tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etika, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang, kedua tidak memiliki ijin usaha pangan olahan dan ketiga tidak memiliki ijin edar sebagai pelaku usaha pangan.
“Sehingga penyidik menjerat tersangka MR sebagaimana undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman 5 tahun dan denda Rp2 miliar, serta undang undang tentang pangan sebagaimana di rubah dalam undang undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja,” tutup Kabidhumas.