Tribratanews.polri.go.id - Banda Aceh. Menko Kumham Imipas, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., bersama Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, meresmikan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Desa Bilie, Kecamatan Aron, Kabupaten Pidie, Aceh.
"Memorial Living Park ini dibangun bukan hanya sebagai simbol peringatan, tapi juga sebagai wujud kehadiran negara dalam memberikan ruang aman dan bermartabat kepada penyintas, keluarga korban dan masyarakat luas," ujarnya, dilansir dari laman Antaranews, Kamis (10/7/25).
Rumoh Geudong merupakan salah satu Pos Sattis atau tempat terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat masa konflik Aceh yang telah diakui Pemerintah Indonesia melalui penyelesaian secara nonyudisial.
Kini, wujud asli dari Rumoh Geudong tersebut telah dibongkar, dan diganti dengan pembangunan memorial living park. Di sana, juga dibangun sebuah masjid sebagai sarana ibadah masyarakat setempat.
Peresmian ini turut dihadiri Wamen Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, Anggota Komisi XIII DPR RI, serta para korban dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh.
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan, Memorial Living Park bukan sekedar ruang publik atau taman biasa, melainkan ruang ingatan, refleksi, sekaligus ruang pemulihan. Langkah pembangunan ini, diambil sebagai upaya konkrit dalam pelaksanaan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial.
Ia juga menyadari bahwa luka sejarah memang tidak bisa dihapus begitu saja, tetapi yang harus dipercaya adalah pemerintah telah memberikan pengakuan, penghormatan dan pemulihan sebagai jalan menuju rekonsiliasi bermartabat bagi semuanya.
Ia menyebutkan bahwa Memorial living park ini, juga menjadi tempat untuk mengenang, berdialog dalam membangun masa depan yang lebih damai dan adil.
"Taman ini menjadi wujud kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat sipil dalam membangun pendekatan yang berkelanjutan," jelasnya.
Ia menegaskan, pembangunan ini juga bukan untuk mengabaikan keadilan, tetapi bagaimana mengedepankan pemulihan hak korban, dan pengakuan resmi dari negara terhadap peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Diakhir kesempatan, ia mengatakan pemerintah akan terus mendorong upaya dalam pemulihan lainnya, baik melalui kesehatan, sosial pemberdayaan ekonomi hingga akses pendidikan bagi keluarga korban.
"Pemulihan ini bukan semata-mata bentuk kasihan, melainkan untuk pemenuhan hak asasi manusia dan tanggung jawab negara yang dijamin oleh UUD 1945," tegasnya.
(fa/pr/rs)