Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mendorong pengembangan semikonduktor dan kecerdasan buatan (AI) sebagai pendorong utama teknologi masa depan.
Menteri Satryo menjelaskan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, serta arah kebijakan pemerintah yang termuat dalam Astacita, termasuk rencana dari Kementerian Investasi yang mencakup sembilan sektor prioritas investasi, dengan semikonduktor menjadi salah satu fokus utama.
Menurutnya, semikonduktor memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat bahan bakunya seperti silika, lembaga, bauksit, dan emas melimpah di dalam negeri.
"Kita memiliki cadangan pasir kuarsa SiO2 sebesar 27 miliar ton, dengan 330 juta ton di antaranya tersebar di 23 provinsi. Pasir kuarsa ini dapat diproses menjadi silikon untuk bahan baku chip semikonduktor," jelas Mendiktisaintek, Kamis (16/1/25).
Ia juga menyebutkan bahwa semikonduktor kini dianggap sebagai sumber daya baru yang memiliki potensi sebesar 592 miliar dolar AS, yang sering dianalogikan dengan minyak bumi.
"Kita harus mempersiapkan regulasi yang tepat, mengembangkan talenta untuk AI dan semikonduktor, serta memperkuat riset dan pengembangan. Hal ini penting untuk menciptakan industri deep-tech dengan nilai tambah tinggi, serta melakukan hilirisasi," ungkap Mendiktisaintek.
Dalam sektor ketahanan pangan, ekonomi hijau, industri kreatif, digitalisasi, dan kesehatan, Satryo menekankan bahwa semuanya dapat dioptimalkan dengan menggunakan AI dan revolusi teknologi berbasis riset, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, ia mengajak para ahli untuk berfokus pada permasalahan yang ada dan mencarikan solusi yang memberi dampak nyata bagi masyarakat.
"Inovasi harus berlandaskan pada paradigma transformasi, dengan fokus riset yang berbasis masalah," tegas Mendiktisaintek.
Indonesia, kata Mendiktisaintek, saat ini berupaya keluar dari jebakan pendapatan menengah. Ia mencatat bahwa banyak pihak di Indonesia yang masih menghadapi tantangan terkait rendahnya produktivitas.
"Jika ini tidak ditangani dengan baik, kita akan lebih banyak menghadapi kerugian daripada manfaatnya," tutup Mendiktisaintek.
(ndt/hn/nm)