Tribratanews.polri.go.id - JAKARTA—Pemerintah Indonesia menggunakan sejumlah sumber daya ramah lingkungan dan pendanaan untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum. Selain itu sejumlah Upaya untuk mengurangi polusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi perhatian utama pemerintah. “Kita perlu memperbanyak penelitian dan studi untuk memvalidasi solusi hemat biaya terbaik untuk mengurangi polusi udara karena PLTU dan gas buang kendaraan,” ujar Rachmat Kaimuddin, Deputi III bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi saat Plenary Session "Transformative Solutions for Urban Air Quality and
Waste Management" di Jakarta.
Rachmat menambahkan, ada inefisensi biaya dalam penerapan solusi untuk mengurangi polusi udara. Karenanya memerlukan koordinasi berbagai pemangku kepentingan. Dia mencontohkan, sumber polusi udara terutama di perkotaan seperti Jakarta adalah emisi kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), atau pembakaran terbuka. Selain itu, kualitas bahan bakar Indonesia bahkan belum memenuhi standar Euro. “Kami berharap dapat memiliki biodiesel yang lebih bersih pada Q4 2024 dan bensin yang lebih bersih pada Q1 2025 di beberapa wilayah Indonesia. Kami juga telah memperluas jangkauan TransJakarta dan penggunaan bus EV,” ujar Rachmat.
TransJakarta telah menggunakan 100 bus EV tunggal, dan kami akan menambah 200 bus EV tunggal lainnya pada akhir tahun 2024, dengan komitmen pembelian 100% EV untuk bus tunggal baru di masa mendatang. “Kami juga mengevaluasi kemungkinan perluasan penerapan Low Emission Zone (LEZ),” tambah Rachmat.
Standar emisi PLTU di Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara lain seperti Tiongkok, India, Uni Eropa, dan AS. Deputi Rachmat menambahkan saat ini sedang dilakukan evaluasi cara untuk mengurangi emisi PLTU dan meningkatkan standar di masa mendatang. Untuk pembakaran terbuka, telah diterapkan Undang-Undang No. 18/2018 yakni “Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak memenuhi persyaratan teknis.” Namun, diperlukan lebih banyak edukasi dan penegakan hukum.
“Secara paralel, kami juga menerapkan program konversi sampah menjadi energi, yaitu mencegah pembakaran terbuka di pusat pemrosesan sampah kami. 2 proyek telah selesai, dan 10 program akan segera diselesaikan. Untuk mempercepat peningkatan kualitas udara, kami perlu memperluas kemampuan untuk mengukur dan memantau kualitas udara, memasang lebih banyak sensor, dan terus perbarui pembagian sumber untuk memahami sumber polusi dan dampak dari tindakan polusi tertentu,” ujar Deputi Rachmat.
(ta/pr/nm)