Kemendikbudristek Gandeng Komunitas untuk Kenalkan Aksara Kuno ke Masyarakat

17 September 2024 - 11:30 WIB
Source Foto: Antara

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan menggandeng komunitas untuk mengenalkan aksara kuno kepada masyarakat.

“Ditjen Kebudayaan terus mendorong teman-teman komunitas, salah satunya di bawah Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) untuk sama-sama mengusung diseminasi atau sosialisasi aksara kuno sebagai salah satu upaya pemajuan kebudayaan, salah satunya di Museum Kebangkitan Nasional kali ini,” ungkap Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Judi Wahjudin, Senin (16/9/24).

Direktur Judi menjelaskan, selama ini dalam upaya pemajuan kebudayaan ada kegiatan pelestarian warisan budaya, salah satunya pelindungan yang di dalamnya terdapat pendokumentasian dan penerbitan. Namun, komunitas-komunitas yang mengenalkan tentang aksara kuno tersebut masih terbatas.

“Meski dibandingkan dengan segmentasi lain (komunitas aksara kuno) jumlahnya masih sangat terbatas, tetapi beberapa waktu lalu (pengenalan aksara kuno) juga dilakukan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia yang melakukan lokakarya pengenalan huruf di Museum Nasional, tetapi memang secara kuantitatif masih terbatas,” ujar Direktur Judi.

Menurutnya, penting untuk memetakan ekosistem epigrafi atau cabang arkeologi yang mempelajari tentang peninggalan benda-benda tertulis, agar terus bergotong royong untuk lebih mengenalkan aksara kuno kepada masyarakat.  

“Maka mungkin sekarang sudah waktunya memetakan ekosistem, mendukung mereka untuk sama-sama melakukan hal tersebut (pelestarian dan pengenalan aksara kuno), karena memang sangat tidak mungkin dilakukan oleh satu lembaga saja, jadi butuh gotong royong dan kerja sama terkait hal ini,” jelas Direktur Judi.

Ia menyebutkan, Kemendikbudristek selama ini telah memfasilitasi para penggerak kebudayaan dengan dana Indonesiana, tetapi masih belum banyak komunitas yang mengusulkan program-program pelestarian atau pemajuan kebudayaan, khususnya di bidang epigrafi.

Padahal, dari segi praktis, misalnya dalam penentuan hari-hari ulang tahun kabupaten atau wilayah-wilayah tertentu, sumber primernya berasal dari prasasti atau aksara-aksara kuno dari masa lalu.

“Jadi memang sudah waktunya bergotong royong untuk membuka pemahaman masyarakat, minimal aksaranya, atau mengapresiasi keberadaannya sebagai sumber rujukan utamanya,” ujar Direktur Judi.

(ndt/hn/nm)

Share this post

Sign in to leave a comment