Tribratanews.polri.go.id - Palembang. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Irjen. Pol. Albertus Rachmad Wibowo, S.I.K., M.I.K., menerima kunjungan rombongan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) PPRA Angkatan 67 tahun 2024 dalam rangkaian kegiatan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) yang dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan.
Dihari kedua, rombongan peserta Lemhanas yang berjumlah 25 baik dari unsur TNI, Polri, ASN dan Non ASN, dipimpin langsung Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional, Komjen Pol. Drs. Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak, M.Si., melakukan pertemuan dengan jajaran Polda Sumsel dimapolda pada Selasa (11/06/24).
Kapolda Sumsel dalam sambutannya mengatakan secara umum situasi keamanan di wilayah hukum Polda Sumatera Selatan cukup kondusif. Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah yang memiliki sumber daya alam baik diatas tanah maupun dibawah tanah.
Baca Juga: Capai Indonesia Emas 2045, Presiden Jokowi Ajak Hipmi Fokus Kawal Peluang Bonus Demografi
“Tanaman dan berbagai komoditas bernilai ekonomi tinggi, hingga kandungan dalam tanah seperti batubara dan minyak bumi. Dan semua itu memiliki dampak dibanyak aspek, seperti sosial, politik dan budaya serta kamtibmas,” jelasnya, dilansir dari laman nadariau, Selasa (11/6/24).
Dalam kesempatannya, ia mengatakan permasalahan yang cukup menonjol diwilayahnya terkait adanya illegal drilling dan illegal refinery.
“Terkait dengan issue illegal drilling dan illegal refinery, pertambangan minyak rakyat ini menjadi suatu dilema. Disatu sisi produksi minyak nasional itu tidak terlalu tinggi, tetapi produksi minyak rakyat justru lebih tinggi,” ujarnya.
“Karena kegiatan ilegal ini, telah menimbulkan kerugian baik pendapatan asli daerah maupun APBN, termasuk kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Irjen. Pol. Albertus Rachmad Wibowo, mengaku, saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Jambi, telah mengusulkan secara langsung kepada Presiden agar pertambangan mintak rakyat dilegalkan dan diatur tata kelolanya. Dan hal tersebut menurutnya telah menjadi pembahasan ditingkat nasional.
“Ketika ini tidak diatur, maka produksi minyak rakyat ini diperdagangkan secara ilegal dan berkelanjutan pada kegiatan ilegal lain yang menjadi mata rantainya. Masuk ke sektor industri kelapa sawit yang seharusnya menggunakan minyak industri. Ini berdampak kepada rendahnya penjualan minyak industri dari Pertamina,” ujarnya.
Di akhir kesempatannya, ia berharap dengan kehadiran para peserta PPRA angkatan 67,
bisa menjadi suatu produk bagi peserta Lemhanas, kemudian mampu mengetuk pihak terkait sehingga dicapai solusi terbaik. “Besar harapan kami, diskusi akan menemukan solusi strategis,” jelasnya.
(fa/pr/nm)