Tribratanews.polri.go.id - Badung. Indonesia berkomitmen mengimplementasikan blue economy dalam tata kelola ruang laut melalui serangkaian kebijakannya.
"Khusus di Kementerian Kelautan perikanan dalam hal implementasi ekonomi biru ada lima kebijakan pokok atau kebijakan yang kita canangkan. Ini kita sampaikan juga ke seluruh anggota AIS (Archipelagic and Island State) Forum," kata Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta, Senin (9/10/23) malam.
Lima kebijakan pokok yang dimaksud, pertama, memperluas kawasan konservasi. Hal ini menjadi penting karena menyangkut juga soal perubahan iklim.
"Jadi bagaimana konservasi laut ini bisa menyerap karbon lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang di darat, sekaligus memproduksi oksigen, dan kemudian sebagai daerah pemijahan secara alami perikanan di laut," jelas Menteri KP.
Kedua, kebijakan penangkapan ikan secara terukur. "Jadi, kita sampaikan juga ke seluruh peserta AIS Forum, bahwa sekarang Indonesia segera memulainya. Telah terbit PP Nomor 11 2023, bahwa penangkapan ikan di laut, khususnya di wilayah Indonesia harus berbasis pada kuota," ujarnya.
Ketiga adalah mengembangkan perikanan budidaya yang berkelanjutan, baik di perikanan pesisir, perikanan laut dan perikanan darat.
"Ini menjadi penting dan ada lima komoditi yang harus menjadi unggulan di beberapa tahun yang akan datang, yaitu udang, lobster, kepiting, tilapia, dan rumput laut," ujarnya.
Keempat adalah pengawasan terhadap pulau-pulau kecil dan pesisir. Ini juga menjadi penting kaitannya dengan perubahan iklim.
Baca Juga: Memaksimalkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
“Kelima seperti yang pernah disampaikan pada forum internasional, termasuk pada forum AIS tahun lalu, bahwa telah dilakukan upaya pembersihan sampah plastik di laut yang melibatkan partisipasi nelayan,” ujar Menteri KP.
Menteri KP menuturkan, pembentukan AIS Forum selalu mengacu pada konvensi PBB tentang hukum laut khususnya terkait tata kelola kelautan global yang baik, atau good maritim governance.
Tiga hal utama, dijelaskan Menteri KP, yang akan menjamin keberlangsungan AIS Forum yakni, pertama, perasaan senasib sepenanggungan.
"Karena kita sama-sama negara kepulauan, kita rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kita bisa bekerja sama menghadapi tantangan terkait perubahan iklim," jelas Menteri KP.
Kedua, kepentingan politik yang akan dituangkan dalam Leaders Declaration KTT AIS Forum untuk mendorong penguatan AIS Forum menjadi institusi yang lebih kuat dan efektif di masa depan. Dan terakhir, aspek sumber pendanaan, pengetahuan, dan pengalaman.
Salah satu poin dalam Leaders Declaration AIS Forum yang terkait dengan pengelolaan kelautan berkelanjutan adalah semua negara AIS Forum khususnya pimpinan negara harus memiliki cara pandang yang sama dalam mengelola, menjaga dan melindungi laut. Di mana ekologi harus bisa menjadi panglima.
"Lalu kemudian, secara umum, negara-negara AIS Forum merespon positif dan saling menghargai tingkat komitmen masing-masing negara. Dalam forum ini semua kepentingan negara-negara AIS harus berbagi pengalaman. Semoga dalam beberapa hari ini dapat disepakati pandangan dan komitmen yang sama," ujar Menteri KP.
Tantangan terbesar adalah bahwa sumber daya kelautan yang besar, dan hal pertama yang harus tekankan adalah menjaga ekologinya tetap sebagai panglima. Namun di sisi lain ada desakan kepentingan ekonomi yang begitu besar, apalagi di negara-negara maritim dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia.
"Bagaimana kita mengatur ruang laut yang baik. Kemudian bagaimana menata tata kelola kelautan agar bisa terjaga. Ini menjadi hal yang penting bahwa lima program yang kita inisiasi sebagai program ekonomi biru, harus kita sampaikan dalam forum agar seluruh negara kepulauan berkomitmen bisa menjaga laut sebagai satu ekologi, termasuk biota di dalamnya," tegas Menteri KP.
(ta/hn/nm)