Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Leonardo A. A. T. Sambodo menyatakan komitmen Indonesia mengurangi emisi industri nikel hingga 81 persen pada 2045.
Hal itu disampaikan saat Kementerian PPN/Bappenas bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia meluncurkan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Nasional, sebagai bagian upaya nyata mendukung transisi energi berkelanjutan dan pembangunan rendah karbon.
“Peta jalan ini menargetkan pengurangan emisi industri nikel hingga 81 persen pada 2045, selaras dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions sebelum 2060,” ungkap Deputi Leonardo, Jumat (13/6/2025).
Sebagai produsen 60 persen nikel dunia, Indonesia disebut memiliki potensi besar dalam mendorong hilirisasi nikel yang rendah emisi dan berdaya saing tinggi.
Peta jalan ini sendiri dirancang untuk menjadi masukan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan sejalan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.
Sejak awal 2024, lanjutnya, penyusunan peta jalan telah melibatkan kolaborasi multi pihak, mencakup lebih dari 30 perusahaan tambang dan smelter nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku Utara, 15 kementerian/lembaga, serta akademisi.
Adapun empat strategi utama dalam peta jalan ini, yaitu efisiensi energi dan material, penggantian bahan bakar, substitusi material, dan penggunaan listrik rendah karbon. Strategi penggunaan listrik rendah karbon menjadi prioritas, mengingat sumber emisi terbesar di industri nikel berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap captive.
“Dengan memanfaatkan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah penghasil dan pengolahan nikel, industri dapat memanfaatkan bauran energi yang bersumber dari surya, angin, air, biomassa, dan hidrogen hijau untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara,” ucap Deputi Leonardo.
Senior Climate Manager WRI Indonesia Egi Suarga menerangkan pula bahwa dekarbonisasi Industri nikel adalah langkah awal dalam proses transformasi tata kelola untuk memanfaatkan potensi Indonesia sebagai produsen 60 persen nikel di dunia.
Dengan begitu, Indonesia dapat menjadi pemimpin global dalam menghasilkan nikel yang rendah emisi dan bertanggung jawab.
Analisis WRI Indonesia menunjukkan emisi industri nikel dapat meningkat hingga 86 persen pada 2045 jika tidak dilakukan intervensi.
Karena itu, Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Nasional juga merekomendasikan pembangunan 47,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, termasuk penambahan 5,1 GW pembangkit berbasis hidrogen hijau di Maluku Utara yang memiliki keterbatasan energi baru dan terbarukan, serta penguatan infrastruktur gas alam cair dan biomassa.
“Rekomendasi tambahan mencakup kebijakan harga energi rendah karbon yang kompetitif dan pembentukan standar nikel hijau Indonesia untuk mengatur penggunaan energi bersih dan emisi gas rumah kaca dalam proses produksi,” ungkap Egi.
(ndt/hn/rs)