BNN: RI Perlu Respons Lebih Adaptif Terhadap Ancaman Narkotika Sintetis

12 December 2025 - 09:00 WIB

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan Indonesia menegaskan perlunya respons nasional yang lebih adaptif terhadap ancaman narkotika sintetis pada sidang pengumpulan kembali sesi ke-68 Komisi PBB untuk Narkotika (CND) di Wina, Austria.

Kepala BNN RI Komjen Suyudi Ario Seto mengatakan sintetis dimaksud khususnya nitazenes dan prekursor desainer yang berkembang sangat cepat di berbagai kawasan dunia.

"Indonesia akan terus berperan aktif dalam forum internasional untuk memastikan setiap kebijakan global berbasis ilmiah, berimbang, dan memperhitungkan kepentingan keamanan kesehatan publik," ujar Kepala BNN, Kamis (11/12/2025).

Dalam menghadapi ancaman narkotika sintetis, Kepala BNN mengatakan Indonesia memerlukan penguatan kapasitas laboratorium, sistem deteksi dini, dan standar toksikologi yang memadai guna mengantisipasi masuknya narkotika jenis baru serta mendukung model class-based scheduling atau penjadwalan berbasis kelas bagi zat sintetis berisiko tinggi.

Pada kesempatan itu, BNN RI mendapatkan apresiasi atas posisi yang tegas, konsisten, dan konstruktif dalam mendukung rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta komitmen pada peningkatan kapasitas laboratorium nasional.

Adapun sidang membahas perkembangan implementasi tiga Konvensi Internasional Pengendalian Narkotika, tren global narkotika sintetis, rekomendasi teknis WHO, serta dinamika geopolitik yang mempengaruhi arah kebijakan narkotika internasional.

Dalam agenda pembahasan implementasi konvensi, Badan PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan (UNODC) memaparkan lonjakan signifikan jumlah narkotika jenis baru alias New Psychoactive Substances (NPS) secara global dari 254 jenis menjadi lebih dari 1.400 jenis dalam satu dekade terakhir, termasuk 168 opioid sintetis yang telah terdeteksi.

Tren tersebut selaras dengan meningkatnya peredaran prekusor desainer dan kelompok zat sintetis baru, seperti nitazenes, yang kini menjadi perhatian utama negara-negara anggota.

(ndt/hn/rs)

Share this post

Sign in to leave a comment