Tribratanews.polri.go.id - Stres adalah keluhan umum yang kerap dirasakan banyak orang, terutama ketika menghadapi situasi penuh tekanan. Sebagian orang mungkin mampu mengatasi stres yang dialami.
Tapi bagi sebagian yang lain, stres bisa terjadi dalam jangka panjang dan berulang. Maka itu, kamu dianjurkan untuk belajar cara mengendalikan stres agar tidak berdampak negatif bagi kesehatan.
Stres merupakan respons tubuh terhadap perubahan lingkungan, baik dalam bentuk respons fisik, mental, atau emosional. Reaksi ini dikenal dengan "fight or flight" yang menyebabkan denyut jantung meningkat, pernapasan lebih cepat, otot menegang, dan tekanan darah naik.
Ketika seseorang mengalami stres berkepanjangan inilah dampaknya untuk kesehatan tubuh, dilansir dari halodoc.com.
Baca Juga: Timnas Indonesia Cabang Olahraga Renang Raih 3 Medali Emas di SEA Games
1. Sistem Saraf Pusat dan Endokrin
Sistem saraf pusat paling bertanggung jawab dalam merespons stres, mulai dari pertama kali stres muncul sampai hilang. Selain menghasilkan respons "fight or flight", sistem saraf pusat memberikan perintah dari hipotalamus ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.
Ketika kortisol dan adrenalin dilepaskan, organ hati menghasilkan lebih banyak gula dalam darah (glukosa) untuk memberi energi pada tubuh. Jika tubuh menggunakan semua energi tambahan, tubuh menyerap glukosa kembali. Bagi yang rentan terhadap diabetes tipe 2, glukosa tidak bisa diserap semua sehingga kadarnya meningkat.
Pelepasan hormon adrenalin dan kortisol menyebabkan detak jantung meningkat, pernapasan lebih cepat, dan pelebaran pembuluh darah di lengan dan kaki. Bagaimana jika stres mulai menghilang? Sistem saraf pusat memerintahkan tubuh untuk kembali pada kondisi normal.
2. Pada Sistem Pernapasan
Saat stres, napas menjadi lebih cepat karena tubuh harus mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Bagi pengidap asma dan emfisema, kondisi ini bisa menyebabkan masalah yang lebih serius.
3. Pada Sistem Kardiovaskular
Selain membuat jantung berdetak lebih cepat, stres jangka panjang dapat membuat pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung melebar. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan darah dan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh. Alhasil, stres jangka panjang bisa meningkatkan risiko terjadinya hipertensi, serangan jantung, dan stroke.
4. Pada Sistem Pencernaan
Stres bisa membuat seseorang mengalami heartburn, refluks asam, mual, muntah, dan sakit perut. Stres juga berpengaruh pada pergerakan makanan dalam usus, sehingga meningkatkan risiko diare dan sembelit.
5. Pada Sistem Otot Rangka
Pada stres kronis alias terjadi dalam jangka panjang, otot tidak mempunyai banyak waktu untuk rileks. Akibatnya, otot yang menegang ini bisa mengalami sakit kepala, nyeri punggung, hingga nyeri di seluruh tubuh.
6. Pada Sistem Reproduksi
Pria lebih banyak menghasilkan hormon testosteron selama stres. Kondisi ini bisa meningkatkan gairah seksual dalam jangka pendek. Jika berlangsung lama, kadar hormon testosteron pria mulai menurun, hingga mengganggu produksi sperma yang bisa meningkatkan risiko terjadinya disfungsi ereksi atau impotensi. Bagaimana dengan wanita, stres jangka panjang bisa memengaruhi siklus menstruasi.
7. Pada Sistem Imun
Stres dalam waktu lama merangsang tubuh untuk melepaskan kortisol (hormon stres) yang bisa menghambat pelepasan histamin dan respons peradangan untuk melawan zat asing. Akibatnya, seseorang yang mengalami stres kronis rentan mengalami infeksi penyakit (seperti influenza) dan membuat luka sulit sembuh.
(ek/pr/um)