Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan izin edar produk antibodi monoklonal pertama diproduksi pada 28 Desember 2022. Produk tersebut bernama Ritucikal buatan PT Kalbio Global Medika yang diindikasikan sebagai obat anti kanker, khususnya jenis kanker darah atau limfoma.
"Rituxikal merupakan produk Biosimilar dengan kandungan zat aktif Rituximab yang digunakan untuk indikasi keganasan (kanker) pada Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Leukemia Limfositik Kronik. Rituxikal tersedia dalam bentuk larutan konsentrat yang diberikan secara intravena," ungkap Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dikutip dari rri.co.id pada Senin (30/1/23).
Baca juga : Sebanyak 22 Mahasiswa Asal Papua Ikuti Program Vaksinasi di Polda Sumut
Produk Biosimilar merupakan produk biologi dengan zat aktif yang sama. Dimana profil khasiat, keamanan, dan mutu kualitas serupa dengan produk biologi yang telah disetujui. Dalam hal ini, Rituxikal mengandung rituximab yang karakteristiknya similar (serupa). Yakni dengan rituximab inovator dengan nama dagang Mabthera.
“BPOM memberikan izin edar Rituxikal berdasarkan pada hasil uji komparabilitas mutu, uji komparabilitas non-klinik, dan uji komparabilitas klinik Rituxikal. Yang dibandingkan dengan obat inovator Rituximab, yaitu Mabthera," ungkapnya.
Rituximab merupakan produk antibodi monoklonal yang mengikat antigen transmembran CD20 pada limfosit sel B yang dihasilkan sel kanker secara spesifik. Sehingga menimbulkan reaksi imunologi yang memicu sel kanker lisis (pecah).
Dengan disetujuinya izin edar Rituxikal, maka Kepala BPOM berharap agar dapat menambah alternatif akses pasien kanker untuk pengobatan Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Leukemia Limfositik Kronik. Di samping itu, juga menambah daftar produk biologi yang dapat diproduksi lokal di Indonesia setelah vaksin, Epoetin Alfa, Enoxaparin, dan Insulin.
"Hal ini merupakan bentuk realisasi Indonesia dalam kemandirian produksi antibodi monoklonal dalam negeri. BPOM berkomitmen mendorong Indonesia agar mandiri dan independen terhadap akses ketersediaan obat dan vaksin di dalam negeri," tutupnya.
(rz/hn/um)