Tribratanews.polri.go.id - Batam. Ditreskrimsus Polda Kepri mengamankan dua pelaku ujaran kebencian berdasarkan SARA dan hoaks berinisial BM (39) dan ISW (52).
Kabidhumas Polda Kepri Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, S.H. M.Si., menyatakan bahwa kedua tersangka mengunggah hoaks dan ujaran kebencian di jejaring Facebook dan TikTok. Kejadian ini bermula bersasarkan Laporan Polisi Nomor LP/A/38/IX/2023/SPKT/Polda Kepulauan Riau tertanggal 26 September 2023.
Menurutnya, tersangka mengunggah foto surat undangan dari Direktorat Kriminal Umum Polda Kepri. Postingan ini diduga mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau berita palsu dengan keterangan (caption) pada statusnya.
"BERIKAN BANTUAN PADA PENGUNGSI REMPANG Ustadz Abdul Somad DI PANGGIL POLISI Ustad Abdul Somad dipanggil polisi karena memberikan bantuan berupa dapur umum ke masyarakat Rempang. Yang dalam surat pemanggilan disebutkan bahwa hal tersebut masuk ke dalam kategori 'memberikan bantuan kepada pelaku kejahatan'. Yang korupsi bebas, yang memberikan bantuan kepada masyarakat, yang sedang tanahnya dirampas oleh pemerintah, malah dipolisikan, Na'uzubillahiminzalik," ujar Kabidhumas membacakan caption tersebut, Minggu (1/10/23).
Baca Juga: PPATK: Sepanjang 2023, Ribuan Rekening Terkait Judi Online Diblokir
Barang bukti yang berhasil diamankan dari tersangka BM, ujar Kabid Humas, yakni satu unit handphone merek Redmi Note 8 yang digunakan pelaku untuk mengakses Facebook dan membagikan postingan, serta akun Facebook pelaku beserta hasil unduhan salinan informasi postingan seperti foto, video, dan cerita.
“Berita palsu tersebut berpotensi memicu perasaan kebencian dan permusuhan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengambil tindakan tegas untuk mengungkap kasus ini,” ujar Kabidhumas.
Selanjutnya, berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/A/39/IX/2023/SPKT/Polda Kepulauan Riau tertanggal 26 September 2023, pelaku inisial ISW juga berhasil diamankan. Tersangka ISW mengunggah postingan yang juga mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA dan berita palsu yang mengklaim bahwa Ustad Abdul Somad ditangkap oleh polisi karena membela warga Rempang.
Akun TikTok pelaku ISW diidentifikasi sebagai pemilik asli akun tersebut. Setelah melacak lokasinya, tim berhasil menemukan pelaku di Perumahan Jupiter Residence, Tanjung Riau, Sekupang, Kota Batam. Pelaku kemudian diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut di Polda Kepri.
Modus operandi pelaku ISW melibatkan pengunduhan video dari akun TikTok milik orang lain, kemudian mengedit video tersebut untuk menyamarkan sumbernya. Video yang sudah diedit ini kemudian diunggah ke akun TikTok milik pelaku dengan nama @issaditr**, yang pada akhirnya menjadi berita palsu.
Barang bukti yang berhasil diamankan dari pelaku ISW berupa satu buah handphone merek Samsung Galaxy warna biru langit, satu buah sim card XL, dan satu buah akun TikTok dengan nama @issaditr**. Password akun TikTok tersebut telah diubah oleh penyidik untuk menjaga status quo.
Pelaku BM dan ISW akan dijerat dengan Pasal 45a Ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang mengatur tentang penyebaran informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA. Ancaman hukuman adalah pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga
Rp1.000.000.000.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Ancaman hukuman adalah pidana penjara hingga 2 tahun.
Terakhir, Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Ancaman hukuman adalah pidana penjara hingga 10 tahun.
“Kami mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan berbagi informasi, serta untuk selalu memeriksa keabsahan informasi sebelum menyebarkannya. Dalam era digital ini, pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang penggunaan media sosial dapat membantu mencegah penyebaran konten provokatif dan berita palsu,” ungkap Kabidhumas.
(ay/hn/nm)