Membuka Tabir, Fakta-Fakta Dibalik Industri Porno Yang Dibongkar Polri

20 September 2023 - 18:31 WIB
Foto: Merdeka

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Media baik itu media online maupun sosial beberapa waktu terakhir ini dihebohkan dengan terbongkarnya industri film porno yang diperankan para artis dan sutradara profesional. Demikian pula proses pembuatannya, terlihat cukup profesional. Hasil dari penjualan filmnya juga cukup menggiurkan, rumah produksi film porno bisa memperoleh keuntungan hingga Rp 500 juta selama setahun beroperasi.

Awal mula kasus terkuaknya industri film porno bermula dari patroli siber yang dilakukan oleh Polri. Dalam kegiatan patroli di dunia maya itu, Polri menemukan ada 3 website yang menyebarkan dan mentransmisikan film porno.

Setelah menemukan indikasi adanya dugaan pidana dalam website tersebut, Polri menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan  dan berhasil mengamankan tersangka di tempat studio syuting film porno di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dari pengembangan kasus, pembuatan film porno melibatkan berbagai pihak, ada yang berperan menjadi sutradara, admin website, kameramen, sound engineering,  pemilik dan juga sebagai prosedur, mirip dengan pembuatan film profesional.

Baca Juga:  Mencermati Modus Pencucian Uang Gembong Narkoba Fredy Pratama

Tak hanya itu artis-artis yang terlibat dalam pembuatan film juga dari berbagai kalangan, ada yang dari kalangan pesohor, selebgram dan sebagainya. Salah satunya adalah Siskaee yang terkenal sebagai netizen yang sering mengumbar foto-foto telanjang. Siskaeee juga pernah terkena masalah hukum, saat memamerkan bagian tubuhnya di Bandara Internasional Yogyakarta.

Lalu ada Meli 3gp yang memang dikenal dengan video-video syur yang beredar melalui platform video 3gp, kemudian ada selebgram Virly Virgina yang juga ikut membintangi film besutan rumah produksi  Film Porno.

Modus untuk menggaet para artis/talent yang akan diajak bermain film, ternyata juga dilakukan dengan berbagai cara. Polri menyebut tim produksi merekrut pemain dengan profiling melalui media sosial. Setelah mendapatkan gambaran pemain yang akan direkrut, mereka kemudian mengontaknya dan mengajak bergabung dengan rumah produksi.

Tidak ada kontrak perjanjian antara rumah produksi dan para pemainnya. Mereka direkrut dan dibayar setelah selesai memainkan peran dalam sebuah film yang ada.

Cara mengedarkannya pun tergolong canggih, mereka membuat website khusus yang menyimpan dan mengedarkan film. Para pengunjung yang ingin menonton diwajibkan berlangganan terlebih dahulu, setelah terdaftar dan membayar, barulah link dan akses video porno bisa ditonton.

Sekitar 120 film porno berhasil dibuat oleh rumah produksi tersebut dengan perkiraan keuntungan sebanyak Rp 500 juta selama satu tahun. Pendapatan itu diperoleh dari hasil penjualan film melalui website yang mereka buat.

Keberhasilan Polri mengungkap film dewasa tersebut, tak lepas dari kejelian patroli siber dalam menjalankan tugasnya mengawasi konten di dunia maya. Setidaknya dengan terungkapnya kasus tersebut, generasi muda millenial tidak terkena wabah virus film porno yang bisa merusak kesehatan mental.

(ta/hn/nm)

in Opini

Share this post

Sign in to leave a comment