Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati memastikan, negara hadir dalam upaya perlindungan perempuan dari maraknya kasus aborsi yang terjadi belakangan ini.
"Negara telah mengatur jelas dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia, termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan, maka tindakan aborsi dikecualikan," kata Ratna Susianawati dalam keterangan, Jakarta, pada Senin (6/2/23).
Baca juga : KemenPPPA Sesalkan Terjadinya Kekerasan Seksual yang Dilakukan Guru SD di Jatim
KemenPPPA menyoroti kasus aborsi yang terjadi terhadap perempuan asal Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan yang meninggal akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal yang dilakukan pada usia kandungan delapan bulan di sebuah kamar hotel.
Kepolisian telah menahan dua orang tersangka dalam kasus ini. KemenPPPA, kata Ratna, turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin itu.
"Akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel. Praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga yang berada di dalam kandungan," jelas Ratna.
Ratna menyatakan, larangan perbuatan aborsi sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
"Aturan ini menggambarkan bahwa sejati-nya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," jelas Ratna.
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan, disebutkan bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(ndt/af/hn/um)