Kepala BKKBN: Generasi Stunting Berisiko Punya Penghasilan Lebih Rendah

24 August 2023 - 20:00 WIB
Foto: Antara

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa generasi stunting berisiko mendapatkan penghasilan lebih rendah saat tumbuh dewasa, dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami stunting.

"Generasi anak stunting ketika tumbuh dewasa berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami stunting, dan menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun," ujar Hasto, Kamis (24/8/23).

Hasto menegaskan, untuk mencegah hal tersebut, maka perlu kolaborasi secara berkelanjutan untuk meningkatkan investasi modal manusia dimulai dari 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau di usia 0-24 bulan.

"Investasi modal manusia dimulai dari mempersiapkan template (contoh) manusia yang dicetak pada periode pertama perkembangan dan pertumbuhan organnya termasuk otak, yaitu periode 1000 Hari Pertama Kehidupan," terang Hasto.

Hasto menyampaikan data bahwa Indonesia adalah rumah bagi 4,7 juta balita yang mengalami stunting atau prevalensinya 21,6 persen pada 2022. Maka itu, diperlukan kecepatan penurunan sebesar 5,6 persen per tahun untuk menuju target 14 persen pada 2024.

Baca Juga:  Menkominfo Dukung Langkah Polri Berantas Judi Online

Ia juga menjelaskan, untuk menyambut Indonesia Emas 2045, selain mempersiapkan kualitas anak pada 1000 HPK, juga diperlukan perencanaan kehidupan berkeluarga, serta peningkatan kualitas asuhan yang berkesinambungan antara ibu dan anak.

Kemudian, penting juga memprioritaskan pengurangan ekspos remaja terhadap perilaku berisiko seperti perkawinan anak, penggunaan obat terlarang atau merokok, serta peningkatan produktivitas lanjut usia (lansia) untuk menciptakan keluarga yang berketahanan.

"Besar sekali makna perubahan komposisi penduduk dalam skenario pembangunan nasional, untuk itu investasi modal manusia sangat perlu memperhatikan siklus hidup, dan memastikan tidak ada yang tertinggal," ujar Hasto.

Ia juga menyebutkan bahwa keluarga menjadi pusat pembelajaran manusia yang menghubungkan individu dengan masyarakat luas, dan sebagai saluran penerus kebudayaan suatu masyarakat, sehingga perlu penguatan program Keluarga Berencana (KB) untuk memaksimalkan sumber daya sosial dan ekonomi.

"Keluarga juga menjadi institusi yang kokoh dalam membangun ketahanan sosial. Keluarga perlu memiliki sistem kepercayaan yang kuat dengan Tuhan, punya kapasitas organisasi untuk memobilisasi sumber daya sosial dan ekonomi, dan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah secara kolaboratif, sehingga bisa bertahan terhadap stressor (tekanan)," tutup Hasto.

(ndt/pr/nm)

in Opini

Share this post

Sign in to leave a comment