Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Terkait kasus 'jin buang anak' yang menjerat EM, Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim turut memberikan pendapatnya. Menurutnya, laporan soal EM layak diproses oleh polisi.
"Pengaduan terhadap EM yang disampaikan oleh orang atau etnis tertentu yang merasa dihina atau dinista oleh pernyataan-pernyataan EM, sudah selayaknya ditindaklanjuti oleh Polri," Sabtu (29/1/2022).
Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim mengatakan, kebebasan berpendapat memang hak setiap warga negara. Dia pun mendukung kebebasan berpendapat adalah oksigen demokrasi.
"Kebebasan menyatakan pendapat dan berekspresi merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Maka gunakan dan sampaikan pendapat dan ekspresi dengan kritis, didukung oleh fakta-fakta yang kuat," ungkap Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim.
Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim menekankan, kebebasan berpendapat menjadi tak dilindungi konstitusi bila sifatnya menyerang orang, kelompok atau etnis tertentu.
"Tetapi apabila pendapat atau ekspresi yang disampaikan tersebut mengandung konten menyerang nama baik dan kehormatan orang, kelompok atau etnis tertentu maka itu bukan pendapat yang dilindungi oleh konstitusi," jelas Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim.
Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim memuji polisi yang dinilai telah cepat tanggap dengan laporan terkait EM. Dengan sikap tersebut, lanjut Ifdal, Polri telah menjalankan tugas dalam hal menjaga ketertiban.
"Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Polri yang dengan cepat merespons pengaduan masyarakat tersebut sehingga ketertiban tetap terjaga," ungkap Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim
Ifdal Kasim berharap, langkah-langkah penyidikan kasus 'jin buang anak' dapat profesional dan sesuai aturan yang berlaku. "Kami berharap proses penyidikan yang sedang berjalan sekarang ini dilakukan dengan profesional, terukur dan memenuhi unsur-unsur yang dijamin di dalam negara berdasarkan hukum seperti di Indonesia ini," tambahnya.
Kasus ujaran 'jin buang anak bermula dari pernyataan EM terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. EM menyampaikan dirinya menolak rencana ini.
EM menggunakan istilah 'tempat jin buang anak' untuk menggambarkan lokasi IKN baru. Pernyataan EM menuai respons negatif, terutama dari masyarakat Kalimantan.
EM lalu ramai-ramai dipolisikan. Bareskrim Polri telah menarik seluruh laporan terkait EM dari tingkat jajaran untuk ditangani pihaknya.
Kasus 'jin buang anak' saat ini naik ke tahap penyidikan. Polisi telah memanggil EM sebagai saksi kemarin, Jumat (28/1) untuk dimintai keterangan, namun EM tak hadir.
Pengacara EM, Herman Kadir mengatakan, akan menyurati Dewan Pers. Herman menyebut kliennya menyatakan soal penolakan pemindahan IKN dan mengistilahkan IKN yang baru sebagai tempat jin buang anak dalam kapasitas sebagai wartawan.
"Kami juga akan mengirim surat ke Dewan Pers, minta perlindungan hukum karena bagaimanapun Pak EM kan waktu bicara kan sebagai wartawan, wartawan senior diminta oleh panitia itu. Jadi antara dia pribadi dengan profesinya sudah melekat, jadi kita mau kirim surat ke Dewan Pers untuk minta perlindungan hukum. Ini kita sudah siapin suratnya," ungkap Herman.
EM telah meminta maaf atas ucapannya berkaitan dengan pernyataan Kalimantan sebagai tempat jin membuang anak. Dia mengaku pernyataan itu sebetulnya untuk menggambarkan lokasi yang jauh. Permintaan maaf itu disampaikan oleh EM melalui akun YouTubenya, BANG EDY CHANNEL. Dalam video klarifikasi itu, dia awalnya menyinggung kembali pernyataannya.
EM lantas menjelaskan maksud pernyataan tempat jin buang anak, yakni untuk menggambarkan istilah lokasi yang jauh. Dia lantas menyebut Monas hingga BSD juga dulu disebut sebagai tempat jin buang anak.
"Tapi temen-temen, saya nggak tahu dengan motif apa segala macam ada yang berusaha memainkan isu ini. Tapi, meski demikian, saya ingin sampaikan bahwa saya minta maaf, itu benar-benar bukan masalah. Saya akan minta maaf, itu mau dianggap salah atau tidak salah, saya minta maaf," ungkap EM.
Sumber : https://news.detik.com/berita/d-5920366/eks-ketua-komnas-ham-puji-polisi-yang-cepat-proses-laporan-soal-edy-mulyadi