Tribratanews.polri.go.id - Jatim. Diketahui bahwa dalam kasus manipulasi video berbasis teknologi deepfake kembali jadi sorotan setelah tiga warga Pangandaran ditangkap karena menyalahgunakan wajah dan suara pejabat publik. Dari perspektif para ahli, penipuan ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang semakin mudah diakses.
Subdit Siber Polda Jawa Timur, AKBP Nandu Dyanata, menyebutkan bahwa pelaku mengunduh video dari TikTok, lalu memprosesnya melalui aplikasi khusus yang bisa mengedit audio dan visual. Hasil editan itu kemudian disebarkan kembali ke media sosial dan dihubungkan dengan nomor WhatsApp yang disiapkan untuk menjaring korban.
“Kami menerima laporan dari Dinas Kominfo Jatim pada 14 April 2025. Dari penyelidikan awal, pelaku memanfaatkan fitur AI untuk membuat video deepfake yang tampak autentik. Gubernur Jawa Timur (Khofifah Indar Parawansa) bahkan dibuat seolah-olah sedang menjual sepeda motor,” ujarnya, dilansir dari laman metrotvnews, Rabu (30/4/25).
Sementara itu, pakar forensik digital, Ruby Alamsyah, menambahkan bahwa teknologi deepfake kini sangat mudah diakses siapa saja. Pelaku hanya perlu video dan suara target untuk membuat narasi palsu yang seolah-olah diucapkan oleh tokoh tersebut.
“Tools AI sekarang sangat canggih dan tersedia bebas. Cukup dengan mengetik narasi yang diinginkan, software akan mengubahnya menjadi suara dan visual tokoh yang diimpor sebelumnya. Bahkan orang tanpa latar belakang teknis bisa melakukannya dalam hitungan menit,” jelasnya.
Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa, meski terlihat meyakinkan, ia menyebut ada cara membedakan antara video asli dan palsu. Ketidaksesuaian gerak mulut dan narasi jadi tanda awal. Namun, untuk pembuktian lebih akurat, dibutuhkan analisis forensik dengan perangkat khusus.
Para ahli menegaskan pentingnya literasi digital masyarakat agar tidak mudah tertipu video manipulatif. Disamping itu, perlunya regulasi lebih ketat untuk mengantisipasi penyalahgunaan teknologi AI di masa mendatang.
(fa/pr/nm)