Polda maluku Gelar Dialog Tentang Bahaya Paham Radikalisme Terhadap Stabilitas Keamanan

23 March 2021 - 14:37 WIB
Tribratanews.polri.go.id. – Ternate. Polda Maluku kembali menggelar dialog publik secara interaktif. Tema yang disorot adalah paham radikalisme dan anti Pancasila terhadap stabilitas keamanan di wilayah provinsi Maluku. Dialog tersebut dihadiri empat narasumber yakni, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku, Abdullah Latuapo, Wakil Sekretaris Umum Sinode GPM, Pendeta Rudy Rahabeat, Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme Provinsi Maluku (FKPT), Abdul Rauf dan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Maluku Kombes Pol. M. Rum Ohoirat di kantor stasiun RRI Ambon, Selasa (23/3/2021).
 
Kabid Humas Polda Maluku M. Rum Ohoirat, mengaku radikalisme merupakan fakta yang tidak bisa dihindarkan, termasuk di wilayah Maluku. “Olehnya itu tugas kita adalah bagaimana membina mereka yang memiliki paham radikalisme ini dengan berkordinasi dengan instansi fungsi terkait,” pintanya.
 
Kabidhumas juga menjelaskan, mereka yang terpapar paham radikalisme, disebabkan karena pemahaman agama yang sempit. “Mereka ini dimasuki paham sesat yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan tujuan politik dan kepentingan pribadi atau kelompoknya,” ujarnya.
 
Orang yang diketahui terpapar paham sesat tersebut, pinta Kabidhumas, jangan dijauhi. Sebab, bila dibiarkan sendiri tanpa ada kesibukan yang positif, mereka akan mengembangkan paham radikal tersebut sehingga akan menular kepada masyarakat lainnya secara diam-diam. “Selain paham radikalisme saat ini yang sangat dikhawatirkan juga adalah penyebaran berita hoax,” terangnya.
 
Kabidhumas juga menambahkan bahwa, berita hoax yang marak beredar di media sosial juga sangat mengkhawatirkan. Sehingga Polda Maluku saat ini telah memiliki unit khusus yang tugasnya mengawasi dan memonitor setiap aktifitas akun sosial. “Jika ditemukan ada yang mempublikasikan atau menyebar berita atau informasi hoax maka akan langsung dilakukan penindakan terhadap si pemilik akun tersebut,” tegasnya.
 
Lebih lanjut dikatakan, masalah terorisme tidak terlepas dari persoalan politik. Sebelum terjadinya konflik sosial, kehidupan orang Maluku sangat baik dan ramah. Semua masyarakat hidup dalam keadaan damai.
 
“Namun setelah terjadi konflik sosial pada tahun 1999 lalu kehidupan masyarakat Maluku saat ini menjadi berubah dengan drastis. Olehnya itu pentingnya saat ini kita rubah mainset pemahaman masyarakat Maluku dalam membangun kehidupan orang basudara,” ajaknya.

Share this post

Sign in to leave a comment