Polda Jateng Tangani 102 Kasus Pinjaman Online Ilegal

8 September 2021 - 09:46 WIB
Tribratanews.polri.go.id - Semarang. Polda Jawa Tengah saat ini tengah menangani kasus pinjaman online (pinjol) ilegal yang beberapa waktu terakhir ini menjadi perhatian masyarakat. Berdasarkan catatan Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, penanganan aduan terkait pinjol di kepolisian ada sebanyak 102 kasus hingga akhir Agustus 2021.

Rinciannya tercatat di Subdit Siber Polda Jateng sebanyak 26 aduan, Polrestabes Semarang 11 aduan, Polres Semarang 7 aduan, Polres Kendal 1 aduan, Polres Demak 2 aduan, Polres Magelang 2 aduan, Polres Wonosobo 4 aduan, Polres Brebes 2 aduan.

Kemudian, Polres Pemalang 3 aduan, Polres Tegal Kota 3 aduan, Polresta Banyumas 3 aduan, Polres Kudus 1 aduan, Polres Blora 2 aduan, Polres Rembang 1 aduan, Polres Jepara 1 aduan, Polresta Surakarta 4 aduan, Polres Sukoharjo 14 aduan, Polres Klaten 13 aduan, Polres Sragen 1 aduan dan Polres Boyolali 1 aduan.

Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jateng, Kompol Rosyid Hartanto SH SIK MH mengungkapkan beberapa korban telah melaporkan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh pinjol berkaitan dengan proses penagihan. Salah satu kasus pinjol yang menonjol, yakni seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27). Afifah terjerat utang dari berbagai aplikasi pinjol yang diduga ilegal hingga mengalami kerugian ratusan juta rupiah

“Kasus pinjol sendiri terbagi dua yaitu terkait aplikasi pinjol dan pihak penagih. Sementara posisi yang bersangkutan ini bermasalah dengan para penagih pinjol yang berada di lapangan,” ujar Kasubdit.

Dalam kasus tersebut, disebutkan bahwa korban terpaksa meminjam uang melalui aplikasi pinjol karena desakan kebutuhan hidup. Kemudian karena ketidaktahuan terkait sistem pinjol, korban akhirnya terjerumus jeratan utang dari penawaran pinjaman yang datang dari ratusan aplikasi pinjol.

“Awalnya karena kebutuhan begitu yang bersangkutan melihat ada aplikasi yang menawarkan pinjaman tunai dalam waktu cepat lalu mencoba masuk. Karena ketidaktahuan dengan sistem aplikasi yang ada akhirnya terjebak oleh aplikasi. Begitu klik aplikasi itu dia klik lagi sampai terhubung dengan 114 aplikasi,” ungkapKasubdit.

Kompol Rosyid mengungkapkan, korban awalnya hanya berniat meminjam sebesar Rp 3 juta namun karena ada prosedur yang tidak dipahami akhirnya membengkak menjadi Rp 206 juta.

“Akhirnya yang bersangkutan mengembalikan uang sebesar Rp 158 juta dan saat ini masih terhitung utang Rp 47.950.000. Jumlah tersebut yang masih ditagih oleh pihak pinjol. Mungkin saat ini bisa sampai ratusan juta karena bunga berjalan terus,” ucap Kasubdit.

Menurutnya, tindak pidana dalam kasus tersebut dipisahkan sesuai dengan anatomi crime yakni dugaan aplikasi pinjol ilegal dan proses penagihan meliputi pencemaran nama baik, pengancaman, penyebaran gambar porno dan intimidasi lainnya.

“Kalau aplikasi pinjol memang sudah bisa dipastikan ilegal artinya melakukan pelanggaran illegal access. Jadi bisa dijerat UU ITE dan bisa dikenakan UU Perlindungan Konsumen karena pemberian waktu tenor dan janji kredit oleh pinjol tidak sesuai dengan real di lapangan,” katanya.

Dalam kasus tersebut, pelaku tindak pengancaman saat proses penagihan utang pinjol bisa dikenakan Pasal 29 Jo pasal 45 ayat 3 UU ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Selain itu, juga bisa dikenakan pasal 62 ayat 1 Jo pasal 8 ayat 1 huruf F UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Kompol Rosyid mengimbau masyarakat waspada terhadap berbagai penawaran dengan kemudahan yang diberikan aplikasi pinjol ilegal. Pinjol yang legal bisa dipastikan tergabung di Asosiasi Fintech Indonesia dan terdaftar di OJK.

“Sehingga bisa disimpulkan kalau aplikasi pinjol yang menawarkan melalui SMS/WA dan meminta akses data pribadi di ponsel itu pasti ilegal. Karena kalau pinjol legal yang ditawarkan dari P2P lending,” jelas Kasubdit.

Menurut Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, fintech lending/peer-to-peer lending/ P2P lending adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi. Untuk itu, masyarakat diminta harus cerdas dalam memilih pinjol dengan cara mengecek terlebih dahulu melalui website resmi OJK. Selain itu, masyarakat diminta berhati-hati terhadap konsekuensi jika mendapatkan penawaran pinjol supaya tidak menjadi korban.

“Jangan sembarang mengeklik apa pun yang ditawarkan, harus membaca semua konsekuensi. Karena begitu klik oke, setuju allow akan menimbulkan konsekuensi data di ponsel bisa diakses seluruhnya artinya bukan hanya bicara masalah data pribadi, kontak galeri gambar, foto, video, email bahkan terhubung di semua media sosial dalam satu waktu bisa dikuasai oleh pihak yang melakukan illegal access itu. Maka harus hati-hati,” ujar Kasubdit.

Kompol Rosyid juga meminta agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan kemudahan pinjaman yang ditawarkan pinjol ilegal.

“Misalnya bunga yang ditawarkan lebih rendah dari pasar, tenor lebih lama, padahal kenyataannya bohong semua. Begitu mendapat dana dalam waktu 3-4 hari pasti sudah ditagih dengan bunga yang sangat besar. Belum lagi penagihan disertai ancaman apabila tidak membayar akan disebar data pribadi yang ada di ponsel,” terang Kasubdit.

Sementara itu, bagi masyarakat yang benar-benar menjadi korban pinjol ilegal dapat melaporkan ke kepolisian.

Kompol Rosyid menyebut jenis korban dalam kasus pinjol sendiri ada dua yakni korban karena kesadaran dan korban karena memang benar-benar menjadi korban.

“Korban kesadaran itu orang yang ingin meminjam pinjol tapi tidak sanggup mengembalikan akhirnya langsung melapor ke polisi. Artinya dia sebenarnya sadar diri kalau dia tidak mampu mengembalikan tapi untuk memproteksi dirinya dia melaporkan. Untuk yang benar-benar korban sudah mencoba untuk membayarkan, mencicil tapi karena bunganya terlalu tinggi berkembang dalam waktu singkat akhirnya tidak mampu membayar,” imbuhnya.

Maka dari itu, bagi masyarakat yang benar-benar menjadi korban bisa melaporkan ke kantor Direskrimsus Polda Jawa Tengah.

“Kita punya formulir yang bisa langsung diisi korban terkait bagaimana modus operandi, kapan kejadiannya dengan disertai bukti-bukti screenshoot transfer rekening, rekening masuk harus dilengkapi,” pungkasnya.

Share this post

Sign in to leave a comment