Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Kondisi hak cipta dan Kesenjangan royalti bagi musisi Indonesia dalam industri musik menjadi sorotan. Direktur Musik Kementerian Ekonomi Kreatif, H. Muhammad Amin, S.H., M.Si., menegaskan perlunya solusi inovatif untuk melindungi pencipta lagu.
"Dengan sistem ini, kami berharap pembayaran royalti dapat dilakukan di muka, sebelum konser berlangsung," ujarnya, dilansir dari laman RRI, Minggu (9/3/25).
Ia menegaskan, terdapatnya usulan penerapan hybrid license yang dapat bermanfaat untuk memperbaiki pengelolaan royalti.
Menurut dia, terdapat perbedaan yang mencolok terkait pendapatan yang diterima oleh artis dalam sekali tampil dengan pencipta lagu.
Selanjutnya ia menambahkan, pencipta lagu hanya memperoleh Rp125 ribu per-tahun, sementara artis meraih hingga Rp250 juta per-konser.
"Pembayaran royalti di depan akan mengurangi risiko keterlambatan dan memastikan pencipta lagu mendapat haknya," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kepastian bagi pencipta lagu agar mereka dapat menikmati hasil dari karya mereka.
Muhammad Amin, mengatakan, pentingnya untuk merevisi undang-undang hak cipta sehingga akan menciptakan kerangka hukum yang lebih baik.
Hal ini digunakan untuk mendukung pertumbuhan industri musik Indonesia di era digital serta lebih memberikan kesejahteraan bagi musisi.
"Musisi harus mendapatkan pengakuan yang layak atas kontribusi mereka dalam budaya dan masyarakat," ujarnya.
Diakhir kesempatan ia berharap, dengan langkah-langkah yang inovatif ini, dapat meminimalisir adanya kesenjangan royalti antara pencipta lagu dengan artis.
(fa/hn/nm)