Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Polri mengajak insan pers untuk bersama-sama menciptakan situasi dan kondisi kondusif dan sejuk menyusul tahun politik Pemilu 2024 yang tahapannya sudah dimulai di tahun ini.
Hal itu disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen. Pol. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum., M.Si., M.M., saat membacakan sambutan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang bertajuk 'Sosialisasi Peran Kerja Sama Dewan Pers-Polri Dalam Rangka Perlindungan Kemerdekaan Pers' di Medan, Sumatera Utara.
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Karowasidik Bareskrom Polri Brigkem Pol. Iwan Kurniawan dan para tokoh pers.
Baca juga: Polri Dan Dewan Pers Sepakat Tingkatkan Pengawasan Cegah Hoaks Tahun Politik
Kadiv Humas menjelaskan, Polri dan Dewan Pers telah memiliki kerja sama yang tertuang dalam sebuah nota kesepahaman mengenai perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi, termasuk juga memberikan pedoman bagi Polri dan Dewan Pers dalam berkolaborasi meningkatkan pengawasan tentang publikasi konten dan penyiaran berita.
"Tentunya, perlu adanya peningkatan literasi kepada masyarakat terkait maraknya pemberitaan sehingga masyarakat memiliki imunitas dalam mengkonsumsi informasi. Terlebih lagi, memasuki tahun poltik akan terjadi peningkatan berita hoaks, kampanye negatif atau hitam, politik identitas, dan sebagainya yang dapat membuat masyarakat mudah terprovokasi dan terpolarisasi," jelas Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Selasa (7/2/23).
Menurut Kadi Humas, menjelang tahun politik ini penyebaran hoaks disebabkan tiga fenomena baru yang terjadi di media.
Pertama, dikarenakan konvergensi media. Di mana pemilik media massa memiliki lebih dari satu jenis media, sehingga bila terjadi penyebaran berita tanpa fakta dan data menjadi satu hoaks. Kedua, karena adanya citizen jurnalism di mana setiap orang bisa menjadi pembuat media yang akhirnya tersebar tanpa mengecek kebenaran terlebih dahulu. Ketiga, viralogi di mana sebuah pemberitaan tersebar dengan cepat menjadi trending dan masyarakat tidak memiliki kecukupan memilah dan mengonfirmasi berita tersebut.
"Oleh sebab itu konten positif yang disertai fakta kebenaran harus lebih banyak memenuhi ruang digital, sekaligus menekan konten negatif untuk tidak menjadi trending isu. Selain itu, masyarakat harus memiliki kemampuan dalam memilah, memilih, dan mengkonfirmasi informasi yang dibutuhkannya," lanjut mantan Kapolda Kalimantan Tengah tersebut.
Irjen Pol. Dedi menyebutkan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate telah mengungkapkan bahwa pada periode agustus 2018 hingga april 2019, total jumlah hoaks yang berhasil diidentifikasi, diverifikasi dan divalidasi oleh kominfo sebanyak 1.731 konten.
Artinya, rata-rata hoaks setiap bulannya sekitar 192 konten. Sedangkan menjelang pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, Kominfo melakukan pendataan dengan metode surveillance system dan pada tanggal 4 Januari 2023 merilis bahwa telah ditemukan 1.321 konten hoaks politik.
Dari rilis tersebut menunjukkan bahwa konten hoaks sudah cukup tinggi penyebarannya, padahal baru memasuki tahap awal pemilu 2024. Dengan demikian, diprediksi konten hoaks akan meningkat lebih tinggi menjelang masa kampanye.
“Dalam perkembangan teknologi dan informasi yang serba digital seperti saat ini, arus informasi sangat tergantung pada tiga aspek dimana konvergensi media, citizen jurnalism dan masifnya penggunaan media sosial menjadi hal yang harus diperketat pengawasannya," pungkas Dedi.
(jo/hn/um)