Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Penetapan tersangka kasus pencemaran nama baik Menko Marinves, Luhut Binsar Pandjaitan, atas nama Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, menjadi hal menarik dalam kajian perspektif komunikasi.
Meski kasus itu adalah hal yang sudah sering terjadi pada ranah hukum, namun besaran dan banyaknya perang statemen yang melingkupi kasus tersebut, menjadikannya juga menarik dilihat dari perspektif ilmu komunikasi. Boleh dikatakan, kasus ini telah menjadi medan perang dalam perlombaan menarik simpati publik.
Banyaknya narasi atau statemen yang meminta agar kasus ini tidak berlanjut ke pengadilan, justru menunjukkan bagaimana perang menarik simpati publik terang benderang di kasus ini. Seharusnya semua pihak, justru harus mendukung langkah mencari keadilan di pengadilan, sehingga jelas siapa pihak yang benar dan salah di meja hijau. Tanpa proses di pengadilan, kasus ini hanya akan menjadi perang narasi yang tiada berakhir antar kedua kubu, yang memang nyaris tidak menemukan titik temu.
Pengamat media, Rahmat Edi Irawan, menyebut memperpanjang polemik di media massa, hanya akan membelah polarisasi yang ada di masyarakat. Jika memang sudah tidak mencapai titik temu, keduanya harus fokus untuk bertarung di ruang sidang pengadilan.
"Cara-cara mempengaruhi apalagi memprovokasi massa lewat penggiringan opini di media massa, bisa dimaknai ketakutan seseorang karena kurangnya persiapan bertarung di pengadilan," ujar Rahmat Edi yang juga Dosen Komunikasi Universitas Bina Nusantara Jakarta.