Pemerintah Siapkan Kebijakan Antisipasi Tantangan Ekonomi 2023

20 January 2023 - 05:20 WIB
Antara

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Pemerintah menyatakan tetap optimistis menghadapi tantangan kondisi perekonomian global di 2023. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menko Airlangga menyebut telah menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen (yoy) di 2023 tercapai.

“Kalau bicara global, memang global masih ada awan hitam. Bahkan Managing Director IMF mengatakan Indonesia itu adalah the bright sight in the dark," ujar Menko Airlangga, pada Kamis (19/1/2023).

Baca juga : Kompolnas Apresiasi Divhumas Selalu Respon Cepat Isu Di Masyarakat

"Karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi covid, ini juga berharap punya resiliensi untuk di tahun 2023 ini,” lanjut Menko Airlangga. Dari sisi manufaktur, PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansif mencapai 50,9 di bulan Desember 2022.

Angka tersebut berhasil naik dibandingkan bulan November 2022 yang tercatat sebesar 50,3. Untuk menjaga kinerja sektor manufaktur, Menko Airlangga mengatakan, pemerintah perlu optimis dam akan tetap menjaga demand (permintaan).

Selain itu, pemerintah juga akan melakukan tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem di sektor manufaktur. Sedangkan dari sektor riil, pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing. 

Saat ini terdapat tiga primadona ekspor Indonesia yakni nikel, kelapa sawit dan turunannya, serta batubara. Sebelumnya Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023.

Menko Airlangga menyebut, mengingat sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan smelter, pemerintah akan mengidentifikasi dan merumuskan dukungan kebijakan, terutama yang terkait dengan insentif fiskal.

“Karena memang harga bauksit itu relatif rendah, ya dibawah 60 dollar. Tetapi kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas 2.300 dollar, jadi nilai tambahnya luar biasa. Dan kedua, pemerintah menyadari bahwa sebagian daripada eksportir itu melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan,” kata Menko Airlangga.

(ndt/af/pr/um)

Share this post

Sign in to leave a comment