Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Penyidik Polri meningkatkan status penanganan kasus pakar telematika Roy Suryo terkait dengan unggahan meme Stupa Borobudur mirip wajah Presiden Joko Widodo.
"Statusnya dari penyelidikan ditingkatkan penyidikan," demikian dikatakan Kepala Divisi Humas Polri, Irjen. Pol. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum., M.Si., M.M., di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Kadiv Humas Polri menyampaikan, peningkatan status setelah penyidik melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, baik saksi pelaporan maupun saksi ahli.
Penyidik juga telah melakukan gelar perkara, kemudian menemukan ada unsur tindak pidana hingga meningkatkan status ke tahap penyidikan.
"Tadi malam juga berkas perkara yang dilaksanakan oleh Bareskrim sudah dilimpahkan ke Polda Metro. Jadi, Polda Metro yang akan menangani terkait dengan laporan perkara RS," kata Kadiv Humas Polri.
Meski telah dilimpahkan ke Polda Metro, Kadiv Humas Polri menegaskan bahwa Polri tetap profesional dalam penyidikan setiap perkara.
Direktorat Siber Bareskrim Polri, lanjut dia, akan melakukan asistensi terhadap Polda Metro Jaya untuk tetap fokus dan akan meng-updatepenanganan kasus perkara.
Kadiv Humas Polri menambahkan bahwa penyidik yang secara teknis mengetahui sampai sejauh mana kesulitan atau kendala di lapangan.
"Yang jelas komitmen penyidik tetap akan profesional dalam penyidikan terkait menyangkut masalah pelaporan saudara RS," kata Kadiv Humas Polri.
Peningkatan status perkaras RS ini mendapat apresiasi dari Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Azmi Syahputra. Menurut Azmi, unggahan sosial RS yang bukan orang awan dalam soal telematika, patut untuk menakar sebelum memposting.
"Terbukti postingannya menimbulkan kegaduhan, walaupun ada keterangan sudah diunggah sebelumnya oleh orang lain. Bukan berarti kita bisa mentransmit kembali muatan yang bepotensi menyinggung umat agama," ujar Azmi.
Lebih lanjut, Ketua Asosiasi Ilmuwan dan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini, menyebut perbuatan RS dengan sengaja menyebarluaskan melalui sistem elektronik, sehingga dapat diaksesnya dokumen atau mendisbustrikan gambar atau foto yang bermuatan kebencian atau penistaan agama yang dapat dilihat orang banyak.