Tribratanews.polri.go.id. – Cilegon. Penyelundupan benih lobster (baby lobster) menjadi atensi jajaran Polda Banten akhir-akhir ini. Pada Sabtu (12/6/2021) sekitar pukul 03.00 WIB, Direktorat Kepolisian Air (Ditpolair) Polda Banten berhasil menggagalkan penyelundupan sebanyak 90 ribu baby lobster saat di Pelabuhan Merak, Kota Cilegon.
Kasus tersebut dibongkar penyidik Subdit Gakkum Ditpolair berdasarkan laporan masyarakat maraknya penyelundupan baby lobster dari wilayah Jawa Barat dan Banten Selatan. Laporan tersebut kemudian langsung ditindak lanjuti.
Oleh petugas, kendaraan Minibus Hyundai bernomor plat B 1454 BB yang dicurigai mengangkut barang diduga baby lobster langsung dibuntuti. Saat kendaraan hendak menyeberang di Pelabuhan Merak, petugas langsung menyergap dan mendapati 90 ribu baby lobster disimpan dalam 15 boks styrofoam.
“Dalam waktu beberapa hari, saat akan dilakukan pergeseran (baby lobster) sudah kita buntuti. Sehingga saat menyeberang di Merak, berhasil kita amankan. Adapun barang bukti yang kita amankan 15 boks sekitar 90 ribu ekor baby lobster,” ujar Wadir Polair Polda Banten, AKBP Abdul Majid saat mengungkap kasus perkara di Mako Ditpolair Banten.
Wadir Polair mengungkapkan, baby lobster yang diamankan itu berasal dari beberapa wilayah di Jabar dan Banten. Diantaranya dari wilayah Pelabuhan Ratu, Binuangan dan Bayah.
Sejauh ini, pihaknya masih menyelidiki penyelundupan baby lobster akan diekspor atau tidak. Namun yang jelas, baby lobster tidak diperbolehkan untuk diekspor berdasarkan surat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perikanan Kementerian Perikanan dan Kelautan.
“Dari surat edaran Dirjen Perikanan tidak boleh dilakukan pergeseran. Itu harus dikelola di wilayah,” pungkasnya.
Pihaknya menyatakan, Ditpolair mengestimasi setiap ekor baby lobster dijual dengan harga Rp 250 ribu. Artinya dengan pengungkapan kasus tersebut, pihaknya berhasil menyelamatkan keuangan negara sekitar Rp 23 miliar.
Pada kasus tersebut, selain barang bukti baby lobster juga mengamankan seorang terduga pelaku inisial M. Pelaku atas perbuatannya dijerat dengan Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 atas perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah disesuaikan dengan Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 tentang Perikanan.
“Pada Pasal 92, pasal 26 dengan ancaman bukan 8 tahun penjara. Barang siapa menguasai, memiliki, mendistribusikan akan dijerat dengan pasal tersebut dengan denda Rp 8 miliar,” pungkasnya.