Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Komisioner Komnas HAM RI, Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M., mengungkapkan urgensi pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Menurutnya, pembaruan tersebut adalah faktor utama untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia dalam proses peradilan.
“KUHAP lama tak lagi relevan menjawab tantangan modernisasi hukum dan tuntutan keadilan berbasis hak asasi manusia,” ujarnya, dalam perbincangan bersama PRO3 RRI, Kamis (20/06/25).
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana saat ini sedang berjalan, pihak DPR menganggap sebagai upaya untuk memperbarui sistem peradilan pidana Indonesia.
Dalam kesempatannya ia menekankan bahwa penyelidikan dan penyidikan kerap menimbulkan pelanggaran HAM yang belum memiliki mekanisme kontrol memadai. Menurutnya, prosedur yang lemah memicu penyalahgunaan kewenangan dan menghambat keadilan bagi korban maupun tersangka.
“Penyelidikan dan penyidikan harus diawasi ketat agar tidak melanggar hak warga yang dijamin konstitusi,” jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa KUHAP baru harus menjamin batasan waktu dalam proses penyidikan perkara pidana.
Dia menilai bahwa institusi penegak hukum juga harus ikut bertanggung jawab karena sering memperlambat proses hukum.
“Banyak tersangka digantung statusnya bertahun-tahun tanpa kejelasan hukum, ini bentuk pelanggaran hak mendasar,” jelasnya.
Diakhir kesempatan ia menegaskan bahwa upaya paksa seperti penahanan dan penyitaan kerap dilakukan tanpa dasar prosedural sah. Menurutnya, hal ini berdampak pada hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia.
Komisioner Komnas HAM itu juga menyoroti pentingnya bantuan hukum bagi korban dan saksi, bukan hanya tersangka. Menurutnya, keadilan baru terwujud jika seluruh pihak dalam perkara memiliki perlindungan hukum yang setara.
(fa/pr/rs)