Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Pemerintah Indonesia mempergunakan sumber daya ramah lingkungan dan pendanaan untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum berbahan bakar listrik demi menekan polusi udara dan mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih bersih.
"Kami berharap dapat memiliki biodiesel yang lebih bersih pada Q4 2024, dan bensin yang lebih bersih pada Q1 2025 di beberapa wilayah Indonesia. Kami juga telah memperluas jangkauan TransJakarta dan penggunaan bus EV (electric vehicle)," ujar Deputi III bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, Jumat (6/9/24).
Deputi Rachmat menyampaikan TransJakarta telah menggunakan 100 bus EV tunggal, dan akan menambah 200 bus EV tunggal lainnya pada akhir 2024, dengan komitmen pembelian 100 persen EV untuk bus tunggal baru di masa mendatang.
"Kami juga mengevaluasi kemungkinan perluasan penerapan low emission zone (LEZ)," lanjut Deputi Rachmat. Ia juga berbicara terkait pentingnya upaya untuk mengurangi polusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai salah satu sumber polusi, terutama di perkotaan seperti Jakarta.
Baca Juga: Menkes: Pemerintah Terus Tingkatkan Layanan RS di Seluruh Daerah
Selain itu, juga emisi kendaraan bermotor, pembakaran terbuka dan kualitas bahan bakar Indonesia belum memenuhi standar Euro. Deputi Rachmat mengatakan ada inefisiensi biaya dalam penerapan solusi untuk mengurangi polusi udara.
Karenanya, memerlukan koordinasi berbagai pemangku kepentingan. "Kita perlu memperbanyak penelitian dan studi untuk memvalidasi solusi hemat biaya terbaik untuk mengurangi polusi udara, karena PLTU dan gas buang kendaraan," ujar Deputi Rachmat.
Tidak hanya itu, standar emisi PLTU di Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara lain, seperti Tiongkok, India, Uni Eropa, dan AS. Deputi Rachmat menambahkan saat ini sedang dilakukan evaluasi cara untuk mengurangi emisi PLTU dan meningkatkan standar di masa mendatang.
Untuk pembakaran terbuka, telah diterapkan Undang-Undang No 18/2018, yang melarangnya, namun diperlukan lebih banyak edukasi dan penegakan hukum. Secara paralel, pemerintah Indonesia juga menerapkan program konversi sampah menjadi energi, yaitu mencegah pembakaran terbuka di pusat pemrosesan sampah.
Dua proyek telah selesai dan 10 program akan segera diselesaikan."Untuk mempercepat peningkatan kualitas udara, kami perlu memperluas kemampuan untuk mengukur dan memantau kualitas udara, memasang lebih banyak sensor, dan terus perbarui pembagian sumber untuk memahami sumber polusi dan dampak dari tindakan polusi tertentu," tutup Deputi Rachmat.
(ndt/pr/nm)