Hasil Survei, Mayoritas Akhiri Polarisasi Politik

Polarisasi Politik Sebagai Residu Demokrasi Ancam Keutuhan Bangsa, Ayo Segera Akhiri.
17 June 2022 - 15:51 WIB
Sumber: Ilustrasi polarisasi masyarakat: (tr.boell)

Tribratanews.polri.go.id - Temuan survei yang digelar Litbang Kompas yang dirilis pada Senin (6/6/2022) lalu menyimpullkan bahwa situasi politik nasional masih diwarnai adanya polarisai masyarakat yang masih tinggi. Keterbelahan masyarakat itu terjadi sebagai residu politik pasca Pemilu 2019.

Temuan survei mengungkap sebanyak 36,3 persen publik menilai buzzer, inluencer, atau provokator menjadi penyebab utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan di masyarakat makin meruncing.

Sementara itu, sebanyak 21,6 persen mengatakan polarisasi disebabkan informasi hoaks atau tidak lengkap, 13,4 persen menyatakan akibat kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, dan 5,8 persen menyatakan akibat teknologi media sosial.

Hasil survei menyimpulkan bahwa buzzer, inluencer, atau provokator ada di kedua kubu yang pada pemilu 2019 sempat saling berhadapan. Kedua kubu itu sampai sekarang berdasarkan hasil survei, masih aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif.

Adapun polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat saat ini merupakan residu dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Saat itu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Tentu saja situasi diatas memantik kekhawatitan masyarakat. Mereka khawatir situasi polarisasi masyarakat itu akan terulang pada pemilu 2024 nanti. Hasil survei mengungkapkan mayoritas responden dari kedua kubu berbeda pilihan capres ini khawatir kondisi ini berlanjut hingga Pemilu 2024 yang akan digelar kurang dari dua tahun lagi.

Berdasarkan survei, 84,6 persen responden setuju bahwa istilah "cebong", "kampret", dan "kadrun" harus diakhiri.

Selanjutnya, 90,2 persen responden sepakat kedua kubu mesti menahan diri untuk tidak berkomentar di media sosial yang dapat menimbulkan kebencian/kemarahan.

Kembalilah kepada politik beretika, dan lakukan komunikasi politik yang menyejukan.

Share this post

Sign in to leave a comment