Tribratanews.polri.go.id – Jakarta. Psikolog Klinis Anak dan Remaja dari Universitas Indonesia (UI), Ratih Zulhaqqi dan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, membagikan kriteria-kriteria tayangan televisi yang tepat untuk anak berdasarkan usianya.
“Bisa positif dan negatif (dampak tayangan TV pada anak),” ujar, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, dihubungi dari Jakarta, Minggu (24/8/25).
Dalam keterangannya ia mengungkapkan bahwa tayangan yang tepat memiliki beberapa kriteria, yakni memiliki nilai edukatif dan moral yang positif, sesuai dengan tahap perkembangan anak, dan menggunakan bahasa yang sopan dan mudah dipahami.
“Tayangan untuk anak juga baiknya menampilkan alur yang sederhana, visual yang ramah anak, dan tidak berlebihan dalam konflik atau efek visual,” jelasnya.
Sementara itu, tayangan yang perlu dihindari salah satunya yang mengandung kekerasan, konten seksual, mistis berlebihan, atau perilaku antisosial.
“Pola asuh atau interaksi salah tanpa ada pelurusan dari orang tua juga perlu dihindari, kemudian iklan konsumtif berlebihan, seperti produk makanan tak sehat atau mainan mahal juga tidak baik,” ujarnya.
Sementara itu, Ratih Zulhaqqi, mengungkap, alur cerita yang terlalu cepat juga tidak baik, sebab berisiko menimbulkan overstimulasi dan kesulitan anak membedakan realitas dengan fantasi.
“Anak itu butuh jeda untuk memproses informasi yang mereka miliki. Jadi jangan menonton yang durasinya terlalu lama sehingga akhirnya yang dia lakukan hanya perilaku monoton dan menonton,” ujar Ratih.
Kedua psikolog ini sepakat bahwa peran orang tua sangat penting dalam membentuk kebiasaan menonton anak.
Mereka menyarankan beberapa strategi efektif, pertama, buat aturan waktu menonton yang jelas. Untuk anak usia sekolah, beri waktu 1–2 jam per hari.
“Untuk anak di bawah 2 tahun sebaiknya tidak terpapar TV sama sekali. Anak usia ini butuh stimulasi langsung dari interaksi nyata dua arah, bukan layar satu arah,” jelas Vera Itabiliana.
Pilihkan tayangan yang sesuai usia dan nilai. Orang tua dapat memanfaatkan teknologi, yakni fitur parental control atau tonton bersama anak untuk memastikan kontennya aman.
Tentukan waktu khusus untuk menonton dan hindari kebiasaan menonton tanpa jadwal. Lebih baik tayangan dijadikan bagian dari rutinitas harian yang seimbang.
Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengungkap bahwa menonton televisi juga bisa menjadi kesempatan bagi orang tua untuk berdiskusi dengan buah hati tercinta. Ajak anak berdiskusi usai menonton.
“Tanyakan pendapat mereka, dan luruskan bila ada konten atau perilaku yang tidak sesuai,” ujarnya.
Tidak ada yang lebih baik dari contoh di depan mata. Orang tua juga perlu membatasi diri dalam menonton agar dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Ciptakan zona bebas layar, seperti saat makan, sebelum tidur, atau ketika berkumpul keluarga. Ini membantu menciptakan iklim interaksi langsung yang sehat.
Tak semua anak boleh langsung dikenalkan pada televisi. Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO dan asosiasi dokter anak dunia menyarankan agar anak usia 0–2 tahun tidak terpapar layar sama sekali.
“Kecuali untuk video call dengan keluarga atau interaksi sosial langsung, sebaiknya nol screen time (waktu layar).” ujar Ratih Zulhaqqi.
Berikut panduan umum berdasarkan usia:
* 0–2 tahun: Sebaiknya tidak menonton TV sama sekali
* 2–5 tahun: Maksimal 1 jam per hari, tayangan edukatif dan didampingi orang tua
* 6–12 tahun: 1–2 jam per hari, pilih konten edukatif dan moral (kartun anak, eksperimen sains, dokumenter ringan)
* 13–17 tahun: Diperbolehkan menonton hiburan kategori 13+, namun tetap perlu arahan dan diskusi mendalam dengan orang tua
“Hal yang paling penting bukan hanya apa yang ditonton, tapi juga bagaimana anak menontonnya dan siapa yang mendampingi.” tutup Ratih.
(fa/hn/rs)
Berdasarkan Usia, Berikut Beberapa Kriteria Tayangan TV Anak Yang Tepat
25 August 2025 - 09:00
WIB
Ilustrasi
in
Nasional
Sign in to leave a comment