Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Penelitian mengungkap wanita lebih mungkin mengalami kondisi lebih buruk setelah serangan jantung dibandingkan pria. Hal ini bisa jadi karena usia yang lebih tua, peningkatan kondisi lain, dan lebih sedikit penggunaan stent untuk membuka arteri yang tersumbat.
Kini, peneliti memeriksa hasil pasien pria dan wanita yang dirawat di rumah sakit antara 2010 hingga 2015 karena serangan jantung, dan diobati dengan stent dalam waktu 48 jam setelah timbulnya gejala.
Dari penelitian tersebut, mereka menemukan wanita dua sampai tiga kali lebih mungkin mengalami hasil yang merugikan, seperti kematian, daripada pria, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Peneliti melibatkan 884 pasien dengan usia rata-rata 62 tahun. Lebih dari seperempat peserta adalah wanita. Wanita rata-rata berusia 67 tahun pada awal penelitian dan pria rata-rata berusia 60 tahun.
Wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, dan stroke sebelumnya daripada pria. Namun, pria lebih cenderung merokok dan memiliki penyakit arteri koroner.
Para peneliti mencatat, wanita di bawah 55 tahun cenderung menunggu rata-rata 95 menit di rumah sakit untuk perawatan, sedangkan pria dengan usia yang sama dirawat setelah 80 menit.
Setelah menganalisis data, para peneliti menemukan bahwa 11,8 persen wanita meninggal 30 hari setelah pengobatan dibandingkan dengan hanya 4,6 persen pria.
Setelah lima tahun, 32,1 persen wanita meninggal dibandingkan dengan 16,9 persen pria, dan 34,2 persen wanita mengalami peristiwa merugikan utama (MACE) dibandingkan dengan 19,8 persen pria.
Baca Juga: Polri Berhasil Tangkap Komplotan Perampokan Bersenpi
"Wanita cenderung mengembangkan penyakit mikrovaskular yang membuat serangan jantung lebih sulit untuk dikenali dan diobati," ungkap direktur medis di Pritikin Longevity Center, dr. Danine Fruge dikutip dari Medical News Today, Sabtu (27/5/23).
Alih-alih nyeri dada klasik, dr. Fruge mengatakan, wanita biasanya mengalami gejala atipikal selama serangan jantung, seperti gangguan pencernaan atau nyeri bahu yang sering mereka abaikan.
Semakin sering serangan jantung tidak diobati, semakin banyak kerusakan pada tubuh. Dalam hal gagal jantung, banyak wanita dirawat karena pergelangan kaki bengkak dengan diuretik seolah-olah pergelangan kaki bengkak adalah bagian normal dari penuaan.
Untuk memahami lebih lanjut tentang diagnosis dan pengobatan kondisi jantung pada wanita, ditemukan banyak pasien gagal jantung meninggal tanpa diagnosis.
Serangan jantung dan gagal jantung adalah kondisi kardiovaskular yang berbeda.
Serangan jantung terjadi ketika tiba-tiba kehilangan suplai darah ke jantung, sementara gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat lagi memompa darah ke seluruh tubuh secara memadai.
Dalam studi ini, peneliti menemukan banyak pasien yang diobati dengan diuretik loop mungkin mengalami gagal jantung yang tidak terdiagnosis. Diuretik loop adalah sekelompok obat yang digunakan untuk mengobati gejala dan tanda kongesti akibat gagal jantung.
"Kemungkinan banyak pasien yang diobati dengan loop diuretik mengalami gagal jantung yang tidak terdiagnosis. Mungkin juga penggunaan diuretik loop yang tidak tepat membuat hasil yang merugikan,” ujar profesor kardiologi di School of Cardiovascular and Metabolic Health, University of Glasgow, John Cleland.
Ia memperkirakan, kombinasi gagal jantung yang tidak terdiagnosis dan penggunaan diuretik loop yang tidak tepat mungkin menjadi salah satu masalah terbesar dan paling serius yang belum ditangani oleh ahli jantung.
Ahli jantung dan juru bicara nasional Go Red for Women dari American Heart Association, Nieca Goldberg, mengatakan, pasien harus diperiksa apakah mereka mengalami gagal jantung jika memerlukan diuretik loop.
Implikasi potensial dari penelitian in adalah mencari penyakit jantung dan mengobati faktor risikonya lebih cepat daripada yang saat ini dilakukan pada wanita. Faktor pencegahan seperti diet dan olahraga dapat sangat membantu untuk mencegah dan mengobatinya.
(sy/pr/um)