PBB: Gelombang Panas Akan Sering Terjadi hingga 2060

21 July 2022 - 19:40 WIB

Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan gelombang panas seperti yang kini menerjang Eropa akan sering terjadi hingga 2060.

"[Gelombang panas] menjadi lebih sering dan tren negatif ini akan terus berlangsung setidaknya hingga 2060," ujar ketua Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO), Petteri Taalas, pada Selasa (19/7), dikutip AFP.

Taalas kemudian menyatakan bahwa suhu panas di sejumlah negara saat ini pecah rekor akibat perubahan iklim. Ia pun menegaskan gelombang panas baru-baru ini seharusnya menjadi peringatan bagi negara yang memompa lebih banyak karbondioksida ke atmosfer.

"Di masa depan, gelombang panas semacam ini akan menjadi sesuatu yang normal. Kita akan melihat [cuaca] ekstrem yang lebih panas," ucap Taalas.

Lebih jauh, Taalas menerangkan emisi masih terus meningkat saat ini. Namun, pejabat PBB itu tak yakin manusia bisa menyaksikannya lagi jika situasi kacau pada 2060. Ia lantas mendesak semua pihak bekerja sama membendung pertumbuhan emisi, terutama di negara-negara besar Asia yang merupakan penghasil terbesar.

Taalas melontarkan peringatan ini ketika menggelar konferensi pers bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai gelombang panas yang kini menerjang Eropa.

Suhu di Inggris memecahkan rekor tertinggi dengan 40 derajat Celsius pada Selasa (19/7). "Kami memperkirakan puncaknya hari ini di seluruh Prancis, Inggris, bahkan mungkin Swiss," ujar kepala layanan iklim terapan WMO, Robert Stefanski.

Ketika menanggapi banyak pertanyaan soal akhir gelombang panas, Stefanski menjawab, "Sayangnya, melihat semua model, mungkin tak akan [berakhir] sampai pertengahan minggu depan."

Selain Inggris, Italia juga mengalami suhu panas hingga 48,8 derajat Celsius di Sisilia. "Kekhawatiran kami adalah [gelombang panas] ini terjadi dengan periode yang lebih pendek, tapi pecah rekor," ucap Setfanski.

Direktur Lingkungan dan Perubahan Iklim WHO, Maria Neira, mengatakan gelombang panas ini mengingatkan pada kondisi tahun 2003. Saat itu, cuaca "neraka" menelan lebih dari 70 ribu nyawa.

Suhu panas ekstrem ini, lanjutnya, akan membahayakan kapasitas dan kemampuan tubuh dalam mengatur suhu internal. "Ini bisa menyebabkan serangkaian penyakit, yang jelas dimulai dengan kram panas, kelelahan, sengatan panas, dan hipertermia," ucapnya.

Selain itu, gelombang panas di Eropa juga menyebabkan kebakaran hutan di sejumlah negara, di antaranya Yunani, Portugal, Prancis, dan Spanyol.

Share this post

Sign in to leave a comment