Tribratanews.polri.go.id - Ciamis. Polisi mengungkap kasus pencabulan yang dilakukan seorang guru ngaji berinisial NHN (25) di salah satu pondok pesantren daerah Ciamis, Jawa Barat. Aksi bejat ini dilakukan berulang kali dengan modus janji manis pernikahan.
Kapolres Ciamis, AKBP Akmal, mengungkapkan bahwa kasus ini berawal saat korban MK (15) asal Tasikmalaya disetubuhi sejak November 2024 hingga Februari 2025. Korban mengaku disetubuhi 10 kali di rumah pelaku di Desa Cihaurbeuti, Ciamis.
“NHN, yang dikenal sebagai pengajar mengaji dan olahraga di pondok pesantren, pertama kali mengenal korban pada tahun 2022,” ujarnya, Kamis (19/6/25).
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Hendra Rochmawan menjelaskan, hubungan korban dengan pelaku awalnya sebatas guru dan murid. Namun, perlahan bergeser menjadi komunikasi intens via WhatsApp.
Di tahun 2023, ujarnya, NHN mulai berani mengajak MK keluar dari pondok dan membawanya ke rumahnya. Padahal, korban saat ini masih duduk di kelas 8.
"Awal mulanya tahun 2022 lalu saat korban menempuh pendidikan di pondok Ciamis, dari sana awal korban kenalan tersangka," jelas Kombes Pol. Hendra.
Lebih lanjut ia menyampaikan, tindakan cabul pertama kali terjadi diawali dengan ciuman dan perabaan. Setelah itu, korban diantar kembali ke pondok dengan imbalan uang Rp50 ribu.
Seiring waktu, ungkapnya, rayuan NHN semakin menjadi-jadi. Pada tahun 2024, pelaku mulai secara rutin mengajak korban ke rumahnya dan membujuknya untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Janji manis untuk menikahi korban menjadi dalih busuk NHN untuk melancarkan aksinya.
Kombes Pol. Hendra mengemukakan, korban awalnya menolak, namun bujuk rayu dan janji palsu membuat MK akhirnya luluh. Kasus ini terkuak pada 14 Juni 2025, ketika orang tua korban secara tak sengaja membuka aplikasi WhatsApp di laptop MK.
“Mereka menemukan percakapan antara putri mereka dan NHN yang membahas perbuatan pelecehan tersebut,” ungkapnya.
Setelah didesak, ujarnya, MK akhirnya mengakui semua perbuatan bejat yang dilakukan gurunya. Akhirnya, keluarga korban segera melapor ke polisi.
“Penyidik Polres Ciamis bergerak cepat, melakukan penyelidikan, memeriksa barang bukti, dan melakukan visum terhadap korban di RSUD Ciamis dengan pendampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID),” jelas Kombes Pol. Hendra.
Pada 18 Juni 2025, jelasnya, setelah mengantongi dua alat bukti yang cukup, NHN resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dijemput dari kediamannya.
Berdasarkan pengakuan tersangka, ada lima korban lain, di mana di antaranya sudah dewasa saat ini, namun saat kejadian masih di bawah umur.
“Dugaan tindakan asusila terhadap korban lain bahkan sudah terjadi sejak tahun 2021,” ungkapnya.
NHN dijerat Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukumannya penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
(Ay/hn/rs)